Leopard lagi!
Saya tidak search data teknis tank leopard, tank yang digembar-gemborkan sebagai tank yang serba hebat itu. Sejujurnya, kehebatan tank itu tidak perlu diragukan, semua orang setuju bahwa tank itu hebat. Mungkin paling hebat dari semua jenis tank. Tetapi, yang jadi masalah adalah, apakah tank itu cocok dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan banyak sungai serta jalan-jalan yang tidak mumpuni untuk beban yang sangat berat?
Banyak orang salah dengan ucapan Jokowi ketika debat capres lalu. Entah memang dianggap salah pemikiran Jokowi atau memang ada penilaian subjektif, saya tak tau, tetapi mungkin saja. Ucapan Jokowi itu lebih kurang mengatakan bahwa tank itu tidak cocok dengan kebanyakan jalan-jalan dan jembatan di Indonesia. Sekali-lagi, TIDAK COCOK DENGAN KEBANYAKAN. Kebanyakan berarti, hanya sebagian, tetapi leboh banyak dari yang lain.
Jika kita mau jujur, pendapat itu benar. Kondisi jalan dan jembatan di Indonesia hanya beberapa yang mumpuni untuk beban berat. Kebanyakan jalan dan jembatan kita masih di bawah kondisi jalan yang semestinya. Contohnya, banyak jalan di Pantura selalu rusak oleh karena dilindas oleh truk-truk berat, padahal berat truk tersebut paling 18 ton saja, jauh di bawah berat tank leopard yang 60 ton.
Untuk perbandingan saja, truk berat tidak diijinkan lewat jembatan Suramadu. Truk berat juga tidak diijinkan lewat jalan Toll Cipularang. Mengapa?
Jawabnya tentu saja karena truk itu berpotensi membuat jembatan Suramadu ambrol. Truk berat telah beberapa kali membuat jalan toll Cipularang di wilayah Purwakarta ambrol, longsor.
Mengapa pertimbangan jembatan penting bagi leopard seperti yang diungkapkan Jokowi?
Jika Anda melintas keluar dari kota-kota besar menuju pinggiran pulau Jawa ke bagian selatan, Anda akan menemukan apa yang saya maksud. Saya sebut misalnya beberapa jembatan di wilayah Sukabumi menuju ke Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Di sana, dengan mata telanjang kita bisa tau bahwa jembatan itu tidak akan kuat ketika keseluruhan beban tank bertumpu pada jembatan. Artinya, ketika ujung depan dan belakang tank telah memasuki jembatan tetapi belum sempat meninggalkan jembatan, maka saat itulah beban paling berat. Beban keseluruhan telah bertumpu pada jembatan. Dalam keadaan yang seperti itu, maka jembatan akan menerima sepenuhnya berat tank yang 60 ton tersebut. Dan saat itu pulalah jembatan akan goyang dan roboh karena kelebihan beban.
Banyak orang yang salah mengira dan mengatakan bahwa tank itu sudah diuji lewat Pantura dari Jakarta ke Surabaya. Well, saya tidak kawatir itu, saya yakin hal itu. Masalahnya, perang tidaklah di Pantura karena Pantura sudah merupakan bagian tengah Indonesia. Musuh tidak mendarat di Pantura, tetapi di Pantai Selatan, beberapa daerah yang sepi dari penjagaan militer Indonesia. Daerah yang dapat dianggap sebagai tempat pendaratan itu adalah seperti Pelabuhan Ratu di Sukabumi, Cidaun di Cianjur, Pamengpeuk di Garut, Cilacap di Cilacap, Gunung Kidul di Yogya, dan beberapa daerah lain di Jawa Timur. Atau, di bagian utara Kalimanta, di utara Sulawesi, dan di Papua. Di daerah-daerah tersebut, apakah jembatan kita cukup kuat untuk menahan beban yang demikian berat?
Jika truk berat tidak dapat lewat jembatan Suramadu dan toll Cipularang, maka jelas daerah lain lebih tidak mungkin lagi untuk dilintasi tank berat seperti leopard itu.
Analisanya sesederhana itu. Jika tidak percaya apa yang saya katakan, silahkan suruh Kasad atau Panglima TNI mengendarai sendiri tank tersebut menuju ke Pelabuhan Ratu. Mudah-mudahan dia berani.