Lihat ke Halaman Asli

Pernak-pernik Santa Claus Mengganggu Natalku

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entah sejak kapan pernak-pernik Santa Claus jadi identitas kekristenan dan entah apa yang hendak disimbolkan oleh para pembawa pernak-pernik kesanta-clausan itu ke dalam gereja. Seingat saya, ketika saya kecil, saya tidak mengenal pernak-pernik itu. Bahkan, seingat saya, baru setelah saya lulus SMA saya tahu apa itu Santa Claus. Katanya, Santa Claus itu suka membagi-bagi hadiah kepada anak kecil. Weleh....

Santa Claus, seringkali dirancukan dengan Santa Nicholas. Santa Claus berasal dari kutub utara Amerika, sehingga Perdana Menteri Kanada berencana memberikan paspor kewarganegaraan Kanada kepadanya. Karena dari kutub utara itulah, makanya selalu mengenakan mantel tebal dan mengendarai kereta yang ditarik oleh rusa kutub, karena pada bulan Desember adalah musim salju yang sangat dingin, dan tentu saja pada zamannya mobil belum ada, sehingga kendaraan yang ada adalah kendaraan yang ditarik oleh binatang kutub. Sementara Santa Nicholas adalah seorang pastor dari Spanyol yang memiliki seorang pembantu kulit hitam yang selalu setia mengikutinya, mereka sering bepergian ke Holland di bulan Desember. Pakaiannya biasa, pakaian pastor dan mungkin saja sama-sama mengenakan mantel tebal karena pada saat itu di Eropa juga musim dingin, tetapi yang dikenakannya bukanlah mantel berwarna merah seperti halnya mantelnya Santa Claus, melainkan mantel biasa. Keduanya diberitakan berperilaku sama, sama-sama suka membagi-bagi hadiah kepada anak kecil. Niat yang saya yakin adalah niat yang baik pada awalnya atau pada zamannya.

Di dalam agama Kristen, anak kecil memang mempunyai tempat khusus. Oleh karena tempat khusus bagi anak kecil itulah makanya setiap gereja memiliki yang namanya Sekolah Minggu, yaitu kebaktian yang khusus bagi anak-anak, mengajar anak-anak perihal bagaimana menjadi orang yang baik dan benar yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Pemikiran itu berasal langsung dari ucapan Yesus yang mengatakan bahwa di hati anak-anak terdapat Kerajaan Sorga, kerajaan yang menjadi inti ajaran Yesus sendiri. Ya, memang hati anak kecil masih bersih, bersih dari hasrat dan nafsu, tidak seperti orang dewasas. Daging mematikan, Roh menghidupkan. Dan di hati anak-anak itulah hidup Roh, di wajah merekalah kita bisa melihat ketenangan dan keteduhan.

Nah, ketika dunia telah dipenuhi oleh budaya hedonisme, entah bagaimana caranya dan entah siapa yang memulai, gereja-gereja di Indonesia (dan mungkin dunia) tiba-tiba dipenuhi oleh pernak-pernik Santa Claus. Alih-alih menuntun orang menuju surga, pernak-pernik Santa Claus ini malah menuntun anak-anak kepada budaya hedonisme yang duniawi yang menjauhkan hati mereka dari surga. Daging mematikan, roh yang menghidupkan. Anak-anak di gereja dijejali oleh kebutuhan jasmani (daging) dan dijauhkan dari kebutuhan roh (hati yang bersih). Hedonismeme adalah pemikiran mendahulukan daging dan membelakangkan roh alias kesucian jiwa. Tindakan atau perbuatan atau budaya ini jelas bertentangan dengan ajaran Yesus sendiri untuk selalu menjauhkan diri dari kebutuhan daging yang fana yang hanya sementara sifatnya.

Belakangan ini, saya lihat semua gereja memasang pernak-pernik Santa Claus, termasuk gereja saya. Keberadaan pernak-pernik yang bersifat daging itu telah mengganggu kekhususkan saya dalam merayakan Natal dalam beberapa tahun terakhir ini. Gereja tak lagi ubahnya seperti pasar atau seperti mal. Gereja telah jatuh kedalam dosa besar, jauh dari fungsi yang seharusnya menuntun orang menuju Kerajaan Sorga, dekat dengan Tuhan. Keberadaan gereja saat ini persis seperti Bait Suci di zaman Yesus. Bait Allah di Yerusalem yang seharusnya adalah tempat orang-orang yang suci, berubah menjadi sarang penyamun, di mana di dalamnya terjadi jual beli dan tipu-menipu hingga Yesus pada akhirnya marah dan memporak-prandakan tempat yang sudah tidak lagi suci itu. Keberadaan yang berulangkali saya protes itu dan telah membuat saya tidak lagi berniat pergi ke gereja di hari Natal. Ketenangan hati dan batin tidak lagi ada di sana. Gereja telah dipenuhi oleh budaya hedonis, hanya menjadi tempat berkumpul daging semata.

Jadi jika ada orang atau kelompok yang melarang umat mereka menggunakan pernak-pernik itu karena pernak-pernik itu adalah identik dengan Kristen, maka sejujurnya mereka itu keliru besar. Seperti saya dan mungkin banyak yang lain, pernak-pernak itu adalah budaya hedonis yang jauh dari spiritual Kristen yang harus menjauhkan diri dari nafsu duniawi yang sifatnya daging. Usaha kristenisasi pernak-pernak itu hanyalah akan menjauhkan orang dari Tuhan, membuat orang makin terpuruk dan kehilangan arah dalam mencari jalan menuju ketenangan dan ketenteraman jiwanya.

Hasrat akan duniawi akan membinasakan manusia, termasuk mereka yang terlalu berhasrat mengatakan pernak-pernik Santa Claus berwarna merah itu adalah identitas Kristen. Kristenisasi pernak-pernik itu bukan hanya merusak "mereka", tetapi juga "kami".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline