Lihat ke Halaman Asli

Andreas Neke

Pegiat media sosial

Carut - Marut Demokrasi dan Perpolitikan Indonesia

Diperbarui: 17 Januari 2025   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSY9zig9KuZLjbQ45C4lX-uidmxCLU1qlSigg&s

Tak dapat dipungkiri bahwa realitas demokrasi dan praksis perpolitikan di negara ini selalu saja larut dalam polemik dan kegaduhan berkepanjangan. Banyak fakta dapat dijadikan contoh. Kader atau calon yang berkompetisi di berbagai tingkat pemilihan memiliki kecenderungan ini, yakni melahirkan polemik dan kegaduhan. Secara kasat mata biasanya dilakukan oleh kader atau calon dari partai yang mengalami kekalahan.

Polemik dan kegaduhan yang terjadi biasanya berkepanjangan. Bahkan dapat pula menggunakan segala cara yang tidak terpuji untuk membuktikan bahwa diri atau partainya telah di-zolimi atau dicurangi, melalui pembuktian yang terkadang tak logis dan tak terukur secara rasional.

Pada kenyataannya proses ini juga menghabiskan banyak materi dan energi. Media-media juga memiliki peran negatif melalui pemberitaan yang cenderung boombastis sehingga publik larut dan tergiring dalam persoalan yang ada, tanpa juga memiliki kemampuan untuk mencerna informasi secara benar dan tepat.

Realitas ini menggugah penyadaran berdemokrasi dan berpolitik secara cerdas. Tanpa kecerdasan berdemokrasi dan berpolitik, kiranya praksis demokrasi dan politik di negara ini akan tetap berjalan di tempat karena akan terpola dalam cara pikir dan cara laku yang sama, sekali lagi tanpa kemampuan memahami realitas secara tepat dan benar.

Harus disadari bahwa realitas berkompetisi mengharuskan ada pihak yang menang dan ada pula pihak yang kalah. Tidak mungkin semua pihak yang berkompetisi akan menang atau kalah secara bersamaan. Satu pihak harus keluar sebagai pemenang dan pihak lain pasti akan kalah pada akhir dari sebuah kompetisi.

Sebuah kompetisi mengharuskan kesiapan budi dan hati untuk menang dan kalah. Selanjutnya pihak yang menang harus dengan bijak dan santun untuk memberikan rasa hormat kepada pihak yang kalah supaya tidak meninggalkan kesan merendahkan atau menghina pihak yang kalah. Kesiapan yang lebih pasti dari sebuah kemenangan adalah kemampuan untuk merumuskan semua janji politik secara tepat dan tajam. Tugasnya yang baru bukan lagi berkompetisi tetapi membuktikan kemenangannya dalam kerja-kerja politik bagi masyarakat menurut visi dan misinya.

Pada aspek lain berlaku pula untuk pihak yang kalah. Kekalahan dalam sebuah kompetisi harus juga disadari sebagai sebuah keniscayaan. Berbagai hal yang telah dilakukan dengan tepat dan benar sekalipun bisa saja terbentur faktor X, sehingga bisa berujung pada kekalahan. Ketidaksiapan untuk menerima kekalahan akan berdampak pada kesehatan mental dan fisik bila tidak dipersiapkan dengan baik.

Atau pada sisi lain akan berujung pada upaya mencari-cari alasan untuk menutupi kekalahan dalam kompetisi politik. Pada aspek ini segala cara dapat ditempuh untuk menyalahkan pihak lain, sehingga dapat menghabiskan banyak energi, waktu, dan materi tanpa ada niat dan kesediaan untuk belajar memperbaiki kesalahan yang menyebabkan kekalahan.

Sejatinya tidak perlu mengambil tindakan sensasional untuk menarik simpati publik yang pada kenyataannya sebatas tindakan emosional belaka. Setiap kesalahan harus mampu mengajarkan kita untuk berbenah, termasuk dalam kompetisi politik sekalipun.

Pada akhirnya saya ingin mengajak siapa saja yang memiliki minat dalam dunia politik untuk belajar berdemokrasi dan berpolitik secara benar. Perlu kiranya belajar berdemokrasi dan berpolitik dari negara-negara lain. Mereka pada kenyataannya telah siap kalah. Kekalahan akan diterima dengan legowo sehingga ada ketulusan hati untuk memberikan apresiasi kepada pihak yang menang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline