Kita kiranya sepaham bahwa sesuatu yang baru tidak akan pernah ada atau tercapai tanpa adanya usaha atau upaya untuk menghilangkan atau bahkan melenyapkan sesuatu yang lama. Sesuatu yang lama biasanya telah kadaluarsa atau tidak selaras zaman lagi. Dan ini artinya menjadi penghambat bagi kemajuan atau penemuan akan sesuatu yang baru.
Sebagai sebuah contoh bahwasannya pemikiran yang baru tidak akan pernah ada, jika pemikiran yang lama tidak dimusnahkan.
Kenyataan historis dapat membuktikan semuanya. Sebuah rumah baru akan terbangun jika didahului oleh upaya merobohkan rumah yang lama. Sebuah ideologi baru akan muncul jika lahir ideologi yang baru.
Berhadapan dengan perubahan, biasanya akan ada orang yang melihatnya sebagai sebuah ancaman bagi status quo mereka. Kenyataan ini biasanya akan ditolak, dan seiring berjalannya waktu kemudian akan diterima sebagai hal yang berguna dan menguntungkan bagi banyak orang.
Kita bisa merujuk konsep ini dalam Alkitab tentang "Yesus Menyucikan Bait Allah" dalam Yohanes bab 2 ayat 13 sampai 19.
Ketika memasuki Bait Allah,Yesus menyaksikan bahwa Bait Allah telah disalahfungsikan menjadi tempat berjualan lembu, kambing, domba, merpati. Selain itu menjadi tempat menukar uang.
Ini artinya bahwa Bait Allah menjadi tempat untuk mencari keuntungan bagi para pemegang kekuasaan. Yang terjadi adalah Yesus marah. Dia mengusir para penjual lembu, kambing, domba, dan merpati, serta menghaburkan uang dan membalikan meja.
Yesus menghendaki penghancuran total basis otoritas agama. Yesus mau membuka kenyataan terselubung, dimana hal-hal rohani dibungkus dalam praksis ekonomi yang menguntungkan segelintir orang, tetapi pada kenyataannya telah merugikan banyak orang.
Dan ini harus terjadi di Bait Allah. Kata-Nya, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali".
Kenyataan ini telah membuat para penguasa berang, terguncang, dan marah. Mereka merasakan kenyamanan mereka telah diruntuhkan.