Lihat ke Halaman Asli

Andreas Neke

Pegiat media sosial

Mematri Kasih, Meraih Prestasi (Tinjauan Biblis-Teologis)

Diperbarui: 29 Mei 2024   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRVxx4bUbtFKuponcjc4ZnNjdkKwkhCcJf-3g&sInput sumber gambar

Catatan Awal

              Tema ini merupakan motto dari lembaga pendidikan SMAS Katolik St. Clemens Boawae. Lama setelah sebuah pencarian yang cukup panjang, akhirnya motto ini dirumuskan bersama dalam hari studi guru. Pertanyaan sederhana tentunya muncul dari benak kita masing-masing, apa makna terdalam dari motto ini. Atau yang lainnya, apa makna yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian uraian berikut merupakan pencarian makna atas motto yang dimaksud. Uraian di dalamnya merupakan refleksi biblis-teologis atasnya, yang diharapkan agar penemuan makna biblis-teologis ini akan mengantar kita pada pemaknaan yang benar dalam peziarahan pendidikan kita di lembaga pendidikan yang tercinta ini.

Mematri Kasih

              Merujuk pada perikop Luk 8:4-15, kita coba menggali pemahaman dasar atas gagasan mematri kasih dan meraih prestasi. Secara sederhana, mematri berarti meresapkan dalam hati dan menjadikannya sebagai bagian dari diri seseorang. Karena telah menjadi bagian dari diri/pribadi, dengannya berarti telah meresapi dan menjiwai keseluruhan hidup seseorang.

              Bila kembali merujuk pada perikop di atas, mematri kasih boleh disejajarkan dengan "benih yang jatuh di tanah yang baik". Benih yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang yang mendengarkan Firman Allah dan menyimpannya dalam hati. Orang yang menyimpan Firman dalam hati ialah orang yang menerima Firman itu dan meresapkannya dalam hati serta menjadikan Firman itu menguasai dan menjiwai keseluruhan hidupnya.[1]

 

              Kasih dalam konsep biblis-teologis merujuk pada pada banyak pengertian. Perjanjian Lama menunjuk pada kasih yang bersifat pribadi dan selektif. Bersifat pribadi karena berakar pada sifat Allah sendiri, layaknya Dia mengasihi Israel sebagai bangsa yang terpilih. Kasih ini akan lebih jelas dalam kasih seorang ibu kepada anaknya. Kasih di sini disertai dengan kerelaan menanggung derita. Kasih adalah bagian dari kepribadian yang tak dapat sirna oleh murka sekalipun, karena pada hakekatnya ketidaksetiaan Israel tidak pernah meniadakan kasih Allah. Allah senantiasa setia dalam ketidaksetiaan manusia.

 

              Kasih juga bersifat selektif karena Allah mengambil inisiatif untuk memilih Israel. Allah memilih Israel karena Dia mengasihi mereka. Kasih ini bersifat spontan dan tidak lahir karena suatu nilai tertentu. Bahkan kasih itu memberikan nilai atas obyek tertentu. Ini berarti bahwa pilihan Allah atas Israel menjadikan Israel mempunyai nilai dan arti di hadapan Allah dan manusia, karena Israel tidak ada apa-apanya tanpa status keterpilihan Allah atas mereka.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline