Lihat ke Halaman Asli

Andrean Perdana Kusuma

edukasi pembelajaran

Genduren

Diperbarui: 27 Juli 2021   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suku Jawa memiliki kebudayaan yang kental dengan nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai tersebut sebagian besar tidak tertulis dan hidup ditengah-tengah masyarakat. Keberadaan nilai-nilai tersebut bisa kita lihat melalui sikap, tata acara, pola hidup dan bahkan upacara atau perayaan yang dilakukan oleh Suku Jawa.

Genduren atau Kenduri dalam Bahasa Indonesia, merupakan salah satu nilai budaya atau kearifan lokal yang sangat sering dilakukan masyarakat Indonesia khususnya oleh Suku Jawa. Ini merupakan kegiatan membagi makanan kepada orang bnyak dan dimakan bersama. Hal ini dilakukan sebagai doa ataupun wujud rasa syukur atas apa yang telah Tuhan Yang Maha Esa karuniakan kepada kita. Genduren sendiri biasa dilakukan untuk memohon keberkaan, mensyukuri sebuah kelahiran, mendoakan atas kematian seseorang, memperingati hari besar keagaaman atau peristiwa-peristiwa yang dianggap penting lainnya.

Menurut sejarahnya, Genduren, telah ada sejak jaman dahulu sebelum agama masuk ke Nusantara. Semakin kuat pengaruhnya ketika agama Hindu mulai dikenal dan dianut oleh sebagian besar kerajaan di Indonesia. Bahkan perayaannya semakin kental, tidak hanya makanan saja melainkan dengan berbagai macam atribut yang ditambahkan pada masa itu seperti bunga-bunga, wewangian, nyanyian dan lain lain untuk mendukung acara pemujaan.


Namun seiring berkembangnya jaman dan mulai masuknya agama Islam ke Indonesia, Genduren, yang sebelumnya kental akan aroma klenik/mistis mulai bergeser menjadi sebuah kegiatan yang bersifat umum. Ini tidak lepas dari peran para Wali Songo, sebagai penyebar agama Islam khususnya di Jawa yang berhasil mengadopsi dan menggubah maksud dari Genduren tersebut agar lebih mudah diterima oleh rakyat yang sebelumnya beragama Hindu agar mau untuk menganut agama Islam.

Dewasa ini, masyarakat mulai mengesampingkan nilai-nilai budaya Jawa ini dan tidak lagi mengambil hikmah-hikmah yang terkandung didalam Genduren. Hal ini tejadi karena minimnya ilmu pengetahuan masyarakat akan makna dari Genduren ini secara mendalam.

Namun tanpa kita sadari, Genduren, yang telah digubah tatacara dan maknanya oleh Wali Songo ini mampu merekatkan kehidupan sosial masyarakat dan merupakan implementasi dari sikap bela negara yaitu seperti, membagi makanan ke orang banyak bagian dari sedekah dan meningkatkan empati kepada sesama sesuai dengan nilai nilai pancasila sila ke dua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Berkumpul dan makan bersama bagian dari mengkokohkan persatuan dan persaudaraan antar manusia sesuai dengan pancasila sila ke tiga yaitu persatuan indonesia. Berdoa bersama yang merupakan salah satu bagian dari Genduren adalah wujud memohon keberkahan, keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan pancasila sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline