Lihat ke Halaman Asli

Andrean Ilham

Mahasiswa Universitas Sriwijaya dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka UGM

Liberia: People, Identity, and Politics

Diperbarui: 27 Juni 2022   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semenjak tahun 1989 Liberia telah dilanda oleh perang saudara yang berdarah, yang telah mengklaim lebih dari 300.000 nyawa yang didalamnya termasuk wanita dan anak-anak. Perang tersebut telah menyebabkan kerusakan sosial dan ekonomi, ketegangan etnis, dan ketidakstabilan politik. Lebih penting lagi telah mengusir ribuan warga Liberia dari kampung halaman mereka, dan membuat mereka menjadi pengungsi yang miskin baik itu Afrika, Eropa, dan di Amerika Utara.

Liberia, sebuah negara di bagian barat Afrika, merupakan negara yang gagal dan berjuang dalam hal pemerintahan politik, ekonomi, dan sosial. 

Selain itu negara ini terus mengalami kemerosotan menjadi perpecahan dan masalah kemiskinan yang panjang di bawah kepemimpinan Presiden wanita pertama mereka yaitu Madam Ellen Johnson Sirleaf. 

Sementara kegagalan pemerintahan pimpinan Partai Persatuan yang berkuasa untuk memberikan pemerintahan yang baik dan strategis, mendamaikan bangsa dan menyatukan Liberia di sekitar tujuan bersama sangat mengecewakan berbagai pemangku kepentingan (negara-negara barat, organisasi regional dan internasional termasuk PBB, Uni Eropa, Afrika). 

Serikat dan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat yang telah menginvestasikan begitu banyak sumber daya) dengan minat pada masa depan dan kemakmuran Liberia, sangat menyayat hati bagi orang tua yang terlupakan, wanita, pemuda dan anak-anak, terutama gadis-gadis muda di Liberia dan Afrika.

Penduduk Liberia dibagi menjadi 3 kelompok yaitu penduduk asli merupakan penduduk mayoritas dan yang bermigrasi dari Sudan bagian barat pada akhir abad pertengahan; Imigran kulit hitam dari Amerika Serikat (secara historis dikenal sebagai Americo-Liberia) dan Hindia Barat; dan imigran kulit hitam lainnya dari negara tetangga Afrika barat yang datang selama kampanye anti-perdagangan budak dan pemerintahan kolonial Eropa.

Orang Americo-Liberia paling erat hubungannya dengan pendiri Liberia. Kebanyakan dari mereka bermigrasi ke Liberia antara tahun 1820 dan 1865; migrasi lanjutan yang telah terputus-putus. 

Amerika-Liberia mengendalikan pemerintah sampai kudeta militer pada tahun 1980. Sekitar empat perlima orang Liberia adalah Kristen, sekitar seper sepuluh adalah Muslim, dan sejumlah kecil menganut agama lain terutama kepercayaan tradisional atau tidak beragama.

Pemerintahan Liberia mengikuti pola pemerintahan dari Amerika Serikat, dengan prinsip trias politica yakni mempunyai cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Partai politik disahkan pada tahun 1984, dan pemerintahan sipil didirikan pada tahun 1986. Namun, terjadinya kerusuhan dan kekerasan politik yang cukup besar menghalangi kepemimpinan yang stabil dalam kekuasaan dari pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an. 

Perjanjian pembagian kekuasaan pada tahun 2003 sebagian besar mengakhiri pertempuran dan menciptakan Pemerintahan Transisi Nasional (NTG). NTG, yang didukung oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa, menggantikan pemerintah di bawah konstitusi 1986 dan memerintah sampai pemerintahan yang dipilih secara demokratis diterapkan pada tahun 2006. 

Liberia adalah republik multipartai. Di bawah konstitusi 1986, kepala negara dan pemerintahan adalah presiden, yang dipilih langsung untuk masa jabatan enam tahun. Anggota Majelis Nasional bikameral, yang menjabat selama enam tahun di Dewan Perwakilan Rakyat dan sembilan tahun di Senat, juga dipilih secara langsung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline