Literasi selalu menjadi permasalahan di Indonesia karena tidak dikelola dengan baik. Hal ini terlihat dari masih sangat rendahnya pemahaman membaca masyarakat Indonesia, yang merupakan salah satu komponen utama literasi. Pada tahun 2014, UNESCO mencatat rata-rata anak Indonesia hanya membaca sekitar 24 halaman dalam setahun. Selain itu, menurut studi tahun 2016 yang dilakukan oleh Central Connecticut State University, angka tingkat keaksaraan Indonesia berada pada peringkat kedua terakhir dari 61 negara.
Tentu saja hal ini memengaruhi pada kemampuan dalam membaca dan mengidentifikasi pesan. Banyak sekali berita bohong yang bermuatan unsur suku, agama, dan ras (SARA) dan bertujuan menebar kebencian terhadap masyarakat Indonesia yang berbeda latar belakang budaya, agama, suku, dan ras.
Oleh karena itu, literasi hoax dapat dilakukan oleh guru terdekat siswa di lingkungan sekolah. Meskipun data penelitian mengenai peran guru dalam mencegah berita palsu sangat terbatas, namun beberapa penelitian tentang peran guru dalam mencegah kekerasan di sekolah menunjukkan bahwa mereka memainkan peran penting, antara lain dalam mengembangkan karakter siswa dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia dan bullying.
Guru yang sering memberikan materi hoax adalah guru BK. Hal ini tidak mengherankan, pasalnya guru BK saat ini merupakan satu-satunya guru yang menggunakan materi untuk mmengatasi permasalahan siswa yang mengandung hoax seperti berita palsu terkait politik, agama, Kesehatan, dan berbagai aspek kehidupan. Namun kenyataannya belum semua guru BK menguasai materi hoax.
Oleh karena itu, Pendidikan literasi membaca (termasuk hoax) kepada para guru (tidak terbatas guru BK) perlu untuk segera dilakukan agar dapat kejelasan dan konsistensi dalam penyampaian materi oleh para guru. Pelatihan literasi media, termasuk berita bohong, membuat apa yang diajarkan guru kepada siswa menjadi lebih lengkap dan komprehensif, serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa.