Secara pribadi tanpa mewakili siapapun dalam tulisan saya ini, saya mendukung langkah presiden Joko Widodo untuk menerbitakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 56 Tahun 2021. Langkah ini sebenarnya adalah langkah yang bagus dan harus diapresiasi dari pemerintah. Karena hal ini akan membuat aturan menjadi jelas tentang pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik. Keluhan utama musisi dan seniman di Indonesia tentunya adalah royalti yang tidak jelas.
Padahal musisi di luar negeri seperti Freddie Mercury, Elvis Presley, John Lennon, dan Jim Morrison walaupun sudah meninggal namun keluarganya masih berkecukupan karena royalti dari penciptaan musik yang diciptakan oleh mereka Secara pribadi, saya sangat mendukung ini supaya tidak ada lagi pencipta lagu bernasib jadi pemulung kaya (Syam Permana) yang sudah menciptakan ratusan lagu untuk penyanyi dangdut Meggy Zakaria, Soneta, Inul Daratista, dan Hamdan Atamimi.
SEPERTI APA ATURAN PP NO. 56 TAHUN 2021 INI?
Secara singkatnya, aturan ini dikeluarkan oleh pemerintah dan resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021. Aturan ini sebenarnya merupakan aturan turunan untuk melaksanakan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tujuan dari PP ini adalah untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan Royalti Hak Cipta atas pemanfaatan Ciptaan dan produk Hak Terkait di bidang lagu dan/atau musik sesuai pasal 87, pasal 89, dan pasal 90 dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam PP ini juga mendorong perlu disusunnya sebuah sistem pengelolaan Royalti Hak Cipta lagu dan/musik yang dilakukan oleh lembaga manajemen kolektif nasional.
Dalam pasal 3 diatur bahwa setiap orang yang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada pencipta, pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN. Layanan publik bersifat komersial ini selanjutnya diatur melalui peraturan menteri.
Lebih lanjutnya, bisa dilihat pada link berikut
BAYAR ROYALTI MUSIKNYA BERAPA? DAN ROYALTINYA BAYAR KEMANA?
Sangat tergantung dan berbeda-beda di tiap sektornya. Misal, tarif royalti musik yang didapat dari konser musik tergantung dari penjualan tiket. Kalau supermarket, pasar swalayan, mall, toko, distro, salon kecantikan, pusat kebugaran, arena olahraga, dan sejenisnya itu tarif royaltinya dihitun per tiap meter persegi dari ruang pertokoan tersebut. Hotel dan fasilitas hotel dihitung tergantung kamarnya.
Kemudian royaltinya dibayarkan ke LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional). LMKN ini mempunyai wewenang untuk mengumpulkan royalti lagu/musik dari pengguna komersial sesuai dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam putusan menteri dan kemudian LMKN dibantu oleh KP3R atau koordinator penarikan, perhimpunan, dan pendistribusian royalti. Setelah dihimpun, kemudian LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang mendistribusikan ke pencipta lagu, performers, dan produser.
BAGAIMANA DENGAN YANG DENGERIN MUSIK SECARA PRIBADI?
Tidak perlu. Karena itu, mendengarkan musiknya secara pribadi tanpa maksud komersial apapun. Tentunya maksud komersial disini adalah menyasar ke sesuatu yang diperdagangkan dan diperjual-belikan. Misal, restoran yang memutar musik ke pengunjung. Itu artinya, si pemilik restoran harus membayar royalti performing rights. Ini berlaku juga untuk setiap musik yang diputarkan baik internasional, nasional, daerah, instrumental, dan jingle harus tetap membayar royalti dan mengurus lisensi performing rights ke lisensi@kp3r-lmkn.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H