Saya kok nggak sadar ya kalau kemarin itu adalah Waisak. Efek wabah sehingga saya sering berada di rumah untuk WFH. Kesadaran memudar. Kesadarah yang harusnya dijaga.
Apa ya pentingnya kesadaran sehingga WS Rendra menuliskan Kesadaran adalah Matahari.
Nah, ini saya akan menceritakan pengalaman saya belajar Shalat dengan benar. Yang mengajari saya malah seorang Bhiksu Buddha. Bante Viryanadi Mahatera.
Saya sudah mengenal Islam sebagai agama warisan yang saya dapat turun temurun. Saat sekolah pun sudah diajari bagaimana Shalat dan beribadah lainnya. Berbagai media juga para ustadz mengetengahkan tata cara shalat khusuk.
Sampai sekarang saya sering bertanya bagaimana shalat khusuk itu. Jawabannya selalu absurd seperti ini shalat khusus itu........Kok tidak mengena dan saya sulit mengerti sehingga saya sulit praktik itu ya.
Hingga pada akhirnya saya diajak teman saya berwisata ke Vihara Majapahit dengan ikon Budha Tidur di Trowulan. Tempat yang dipercaya dulu adalah tempat Arca Buddha Aksobhya. Arca langka yang termasuk masterpiece. Belanda, saat itu Daendels selalu tertarik untuk merampas barang masterpiece. DIbawalah arca itu ke Batavia via menginap di Surabaya Grahadi. Uniknya keesokan hari Arca itu sulit dikatrol. Semua crane patah.
Yaaaa, nggak rejeki Daendels yang berarti rejeki kita untuk tetap dapat menikmati arca hebat ini. Arca ini kelak disebut dengan joko dolog. Jadi melebar ya ceritanya.
Saya lanjutkan tentang saya di tempat Buddha tidur. Teman saya ini sudah akrab sejak dulu dengan Bhante Vir. Bhante gelar digunakan di antara para bhikkhu untuk memanggil atasan yang berarti sangat senior.
Ternyata Bante Viryanadhi ini jauh dari kesan kalem. Berapi-api ala Jawa timuran dan jenaka. Asik lah.......saya nggak sungkan kalau berinteraksi.
Lantas saya diajari untuk menjaga kesadaran. "Salah satu yang diajarkan di sini adalah kesadaran. Belum tentu Mbak berjalan dari parkiran ke sini sadar sepenuhnya. Ada pikiran lain selain memikirkan berjalan." Kata Bhante.