Lihat ke Halaman Asli

FIRITRI

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Ketahui Teori Banjir Dulu Tanpa Menghujat

Diperbarui: 3 Januari 2020   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fotonya nggak Fokus... | dokpri

Memang biar saya nggak selalu narsis ya. Ini foto saya saat riset tentang air di Padi Pomahan Kecamatan Gondang. Di sini ada instalasi untuk mengatur pengairan yang dibangun tahun 80-an oleh pemerintah Provinsi Jatim era Pak Wahono.

Tadi saya kan mau menulis tentang banjir ya, ini saya tulis.

Sangat besar kemunculan banjir bukan di dunia nyata saja lebih besar lagi kemunculan banjir di dunia maya dengan saling hujat. Biasa lah... Politik.

Dulu jaman Pak Ahok banjir juga dan Pak Ahok bilang nenek moyang Indonesia tidak ada yang tinggal di dekat sungai. Hasilnya Pak Ahok dibully, padahal kenyataannya Pak Ahok sangat benar. Nenek Moyang bangsa Indonesia menganggap sungai itu suci jadi sungai tidak mereka kotori dengan pemukiman di dekat sungai.

Saat ini Banjir di era Pak Anis, dibully juga karena perkataannya. Air sunatullah-nya adalah diresapkan ke dalam tanah bukan dibuang ke laut melalui gorong-gorong. Muncullah bully juga karena sentimen agama. Mereka tidak mengerti Sunatullah itu artinya adalah hukum alam.

Tugas Manusia memang menahan air tawar dari hujan selama-lamanya di daratan tapi tidak menimbulkan bencana. Dengan apa? jelas diresapkan ke dalam tanah. Cara meresapkannya dengan biopori.....dengan Sumur resapan untuk jangka pendek jelas untuk jangka panjang ya dengan penanaman hutan dan lahan resapan.

Mari kita cerita cara meresapkan air ke dalam tanah saja...cerita ini lebih asik dibandingkan politik. Orang yang bicara politik biasanya sudah melupakan kesantunan, nggak ada Pak, Bu dll. Makanya saya tetap Menulis Pak Ahok, Pak Anis, Pak Wahono agar kita kembali ke masa lalu yang penuh kesantunan. Saya kan bukan penulis politik.

Itu tadi ya..menahan air di daratan selama-lamanya tapi tidak menimbulkan bencana.

Pertama biopori. Biopori ini kita sudah tahu semua caranya perencanaan di mana yang akan dilubangi sedalam 1 meter dan diameter 10-20 cm. Diberikan pipa paralon yang sisi-sisinya dilubangi dan diberikan penutup berlubang. Jika ada sampah basah dapat dimasukkan ke dalam biopori. Setelah 3 bulan, dapat diambil sampah tersebut yang sudah menjadi kompos.

Biopori ini kurang efektif karena berbiaya tinggi jika dilakukan secara besar, padahal untuk meresakan air hujan butuh sangaaaaat banyak biopori. Jadi Biopori ini efektif untuk pendidikan dan sosialisasi agar kita tahu ohhhh, ternyata air hujan itu harus diresapkan ke dalam tanah.

Kedua....jelas masih bangunan manusia, yaitu sumur resapan. Idealnya ya 2x2x2 meter. seperti apa spesifikasinya, googling banyaaak. Yang jelas kita butuh sebanyak-banyaknya di hulu agar yang daerah rendah tidak kebanjiran. Kok bisa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline