Lihat ke Halaman Asli

FIRITRI

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Stabilo, Minat Baca dan Perpustakaan di Hari Kunjungan Perpustakaan

Diperbarui: 13 September 2019   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ilmu ala Stabilo, Perpustakaan dan minat baca di Hari Kunjungan Perpustakaan
Revolusi industry 4.0 yang mengusung jaringan cyber dianggap membuat generasi saat ini malas membaca buku dan hanya membaca sekilas-sekilas saja di media sosial atau media yang kurang dapat diepertanggungjawabkan ketertelusurannya dan itu pun hanya membaca yang disukai saja. Belum lagi sisa warisan generasi lama dengan budaya menonton televisi. Wah, bagaimana ya generasi kita sekarang?

Saya rasa tidak juga…..dulu juga sama kok. Minat baca orang Indonesia rendah bukan hanya dari penelitian Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015 yang mengatakan Indonesia ranking 62 dari 70 negara dan peringkat literasi bertajuk 'World's Most Literate Nations' yang diumumkan pada Maret 2016, produk dari Central Connecticut State University (CCSU).

Jangan salahkan orang muda Indonesia, generasi sebelumnya juga sama kok.
Saya tidak membuat riset yang valid tapi sering saya temui di lapangan beberapa hal yang janggal di sekitar saya mengenai minat baca. Karena membaca berarti secara integral keseluruhan memahami apa isi buku.
Mari kita rasakan di sekitar kita, kenyataannya saya juga berlaku seperti itu, yang ke mana-mana selalu membawa senjata tajam bernama Stabilo spidol warna warni produksi Karl Meisenbach GmbH & Co. KG, Schwan-Stabilo Cr,S.R.O. yang dipakai mewarnai kalimat-kalimat di buku yang dianggap penting.

Pada dasarnya semua kalimat di dalam buku adalah penting yang harus dibaca semua, diresapi di hati dan pikiran lalu kita ungkapan lagi keluar pikiran melalui ucapan, tulisan dan tindakan ala pikiran kita dengan acuan buku tersebut. Tapi saya tidak demikian, saya hanya menganggap beberapa kalimat saja yang penting karena malas membaca keseluruhan dan malas berpikir integral sehingga senjata Stabilo adalah yang utama. Wah, saya jangan ditiru ya
.
Saya pernah berguru di Profesor Mien Rifa’i yang tulisannya menjadi langganan jurnal internasional dan beliau mengatakan bahwa acuan dalam menulis karya adalah mutlak tetapi jangan serta merta apa yang ada di dalam acuan kalimatnya langsung ditulis dalam karya, itu akan ditolak sistem jurnal internasional karena akan dianggap plagiat. Seharusnya acuan itu harus dibaca keseluruhan dan ditulis lagi dalam Bahasa kita sehingga tidak menjadi plagiat.
Waduh, berarti saya selama ini plagiat dengan sering mengutip sumber-sumber.

Kedua, karena saya Aparatur Sipil Negara tentunya diharapkan menjadi teladan dengan semua tindakan saya harus sesuai aturan perundangan yang berlaku. Aturan perundangan yang berlaku itu, lagi-lagi jelas harus dibaca secara integral dan bukan sepotong-sepotong sehingga politik hukum akan dapat diruntut benang merahnya.

Ini saya lakukan juga hal sama seperti tadi, yaitu senjata stabilo. Hanya menandai pasal-pasal yang saya anggap penting saja. Ini menjadikan saya sulit meruntut benang merah politik hukum karena hanya melihat aturan perundangan secara parsial yang menyebabkan saya sering salah tafsir aturan perundangan.

Padahal sama juga kasusnya semua pasal tidak dapat berdiri sendiri karena satu sama lain selalu ada keterkaitannya. Stabilo itu tidak salah lho ya, saya saja yang salah yang menggunakannya.
Bagaimana di sekitar anda? Apakah sama seperti saya? Tapi sekarang saya sudah tobat kok.

Kalau minat baca saya ukur dengan cara membaca buku dan aturan perundangan, terakhir adalah infrastruktur berupa perpustakaan. Kan 14 September diperingati sebagai hari kunjungan perpustakaan nasional.

Perpustakaan kita jauuuuuuuuh dari kata menarik. Hanya tumpukan buku. Itu saja. Bagaimana dengan film, peta, lagu, gambar dan lainnya?
Sesuai dengan Undang Undang No 43 tahun 2007 tentang perpustakaan

Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Jelas sudah perpustakaan bukan hanya buku karena bisa jadi arsip lainnya seperti rekaman music, film, documenter, koran, majalah, jurnal dan harus memiliki sifat rekreasi untuk menarik minat pengunjung.
Kalau kita runtut dengan metodologi Total productive Maintenance milik Toyota, apakah perpustakaan di Indonesia sudah sippp, mari kita lihat dan nilai sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline