Berbagai sumber tertulis menyebut Pulau Flores sebagai Pulau Ular atau Pulau Naga. Disebut demikian bukan sekadar disebabkan keberadaan reptil Komodo di Pulau Komodo yang berdekatan dengan daratan Flores. Konon, jauh sebelum pembuatan peta dikenal, suku bangsa yang menghuni Flores sudah menyebutnya sebagai Pulau Ular/Naga. Mungkin karena memang ular adalah jenis hewan yang umum ditemukan masyarakat saat itu di Flores yang indah.
Jadi tampaknya adalah suatu kebetulan apabila melihat peta Pulau Flores yang terbentang dari Kabupaten Manggarai Barat hingga ke Flores Timur, maka Kecamatan Tanjung Bunga di Flores Timur tampak menyerupai kepala naga. Suatu kebetulan.
Lamanabi adalah suatu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Bunga. Desa ini menjadi dikenal dunia karena keberadaan Pertapaan Trappist (rahib Katolik OCSO) yang biara induknya adalah Pertapaan Santa Maria Rawaseneng (Temanggung, Jawa Tengah).
Dua minggu yang lalu saya mengirimkan pesan singkat (sms) kepada Trappist Lamanabi, menanyakan kemungkinan untuk menginap di biara selama dua malam dan kondisi jalan menuju biara. Dari berbagai informasi yang saya peroleh sebelumnya, kondisi jalan selalu menjadi tantangan bagi umat yang ingin berkunjung ke biara.
Beratnya medan yang harus ditempuh kendaraan selama perjalanan menuju lokasi biara dari Waiklibang (Kec. Tanjung Bunga) menuju Lamanabi terjawab sudah ketika kami mendapatkan kesempatan menuju biara (20/9) melalui jalan baru yang sedang dalam proses pengerjaan (proyek pemerintah) dan ketika kembali menuju Waiklibang (22/9) melalui jalan lama yang dirintis oleh biara bersama masyarakat Lamanabi.
Sekitar 3 jam waktu tempuh dengan mobil dari Maumere ke Larantuka melalui jalan nasional Trans Maumere Larantuka sekitar 130 km dengan pemandangan alam Flores yang menakjubkan dan bandingkan dengan jarak sekitar 40 km yang harus ditempuh hampir 1,5 jam dari Kota Larantuka menuju Lamanabi.
Jalan baru yang sedang dikerjakan pemerintah memang memberi harapan baru akan kemudahan akses menuju Lamanabi. Tampak truk menurunkan agregat di sepanjang jalan baru dan tiang-tiang listrik juga sudah mulai disebar di pinggir jalan menanti untuk segera didirikan.
Tak kalah dengan pengerjaan jalan baru menuju Lamanabi, PLN juga rupanya baru saja 3 bulan ini hadir dengan pembangkit listriknya sehingga apa yang kami alami ketika menginap di lingkungan biara sudah berbeda dengan umat yang menginap sebelum hadirnya listrik dari PLN.
Tanjung Bunga, kepala naga dengan pemandangan Teluk Hading yang menawan. Saya bertanya kepada Romo Francis yang setia mendampingi kami selama 3 hari dan dua malam untuk beribadat dan mengenal Lamanabi lebih dekat, di mana persisnya posisi Lamanabi di kepala naga itu? Romo Francis menyebutnya "mata". Saya setuju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H