Lihat ke Halaman Asli

Andre Jayaprana

TERVERIFIKASI

write and share

Denyut Nadi Hulu Migas dalam Perekonomian Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1426517340103769021

Bintuni, nama ini begitu khas. Yang cukup mengenal Bintuni pasti akan langsung ingat dengan lokasi uniknya di bagian leher kepala burung. Leher kepala burung di mana Bintuni berlokasi adalah hamparan perbukitan dan pegunungan, serta enam puluh persen wilayah lainnya mencakup dataran rendah yang sangat subur dikitari hamparan laut yang membentang luas dengan kekayaan alam yang melimpah. Demikianlah gambaran Bintuni atau lengkapnya Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat yang kalau di peta mirip dengan gambar kepala burung. Menjadisemakin membesarkan hati, kekayaan alam Teluk Bintunijuga menyumbang peran vital untuk tercapainya target lifting gas bumi tahun 2015 yang ditetapkan oleh pemerintah bersama dengan DPR. Inilah satu fakta kekayaan alam Teluk Bintuni: hadirnya fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni. Kekayaan alam berupa LNG saat ini semakin memegang peranan yang penting dalam perekonomian nasional.

[caption id="attachment_355730" align="aligncenter" width="510" caption="www.leightonasia.com - Tangguh LNG Camp Facilities"][/caption]

Adalah kenyataan bahwa penerimaan negara dari sektor hulu migas berupa pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pernah mencapai 42% dari total penerimaan dalam negeri pada tahun 2000. Seiring dengan perkembangan waktu hingga akhir tahun 2014, walaupun penerimaan negara non-migas terus meningkat dengan signifikan, penerimaan dari hulu migas selama tiga tahun terakhir (2012-2014, di tengah menurunnya harga minyak dunia) sendiri mencapai tidak kurang dari 300 triliun rupiah dan relatif stabil di kisaran 20% kontribusinya terhadap penerimaan dalam negeri.

Berdasarkan data yang dipaparkan oleh SKK Migas hingga year to date 26 Desember 2014, tidak kurang dari USD 28,3 miliar penerimaan dari migas mengalir ke rekening pemerintah Indonesia pada Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar USD 17 miliar berasal dari capaian lifting minyak bumi sebesar 794 MBOPD dan sisanya USD 11,3 miliar berasal dari capaian lifting gas bumi sebesar 1218 MBOEPD. Data year to date tersebut juga menunjukkan bahwa hulu migas berhasil mencapai target APBN-P sekitar 96% (dari target USD 29,66 miliar).

Dari 317 wilayah kerja hulu migas hingga 10 Desember 2014, tercatat 142 wilayah kerja masih dalam tahap eksplorasi aktif. Realisasi kegiatan pemboran eksplorasi mencapai 77 kegiatan dari 132 rencana kegiatan sesuai work program & budget yang sudah direvisi sebelumnya. Sementara itu dari segi eksploitasi, hingga 18 Desember 2014, terealisasi sebanyak 1.212 sumur pengembangan dari total target sebanyak 1.324 sesuai work program & budget yang sudah direvisi. Investasi sektor hulu migas nasional dari tahun 2009 hingga 2014 juga terus meningkat dari USD 12,4 miliar pada tahun 2009 menjadi USD 20,3 miliar pada 2013 dan telah mencapai USD 19,37 milyar pada tanggal 10 Desember 2014. Investasi yang dominan justru untuk keperluan produksi dibanding dengan eksplorasi dan pengembangan.

Selama tahun 2014, tentu saja ada kendala dan tantangan terhadap pencapaian target produksi. Namun demikian masyarakat tidak dapat menutup mata juga terhadap denyut nadi hulu migas dalam perekonomian nasional pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa catatan SKK Migas tentang kontribusi hulu migas terlepas dari kendala dan tantangan yang dihadapi selama tahun 2014 (data hingga 10 Desember 2014):


  • Realisasi lifting minyak bumi yang menjadi porsi domestik/negara meningkat dari 50% pada tahun 2013 menjadi 52% pada tahun 2014.

  • Pasokan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan domestik mengalami peningkatan rata-rata 9% sejak tahun 2003 hingga tahun 2014. Sejak tahun 2013, volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan ekspor.

  • Bagian terbesar alokasi gas domestik digunakan untuk keperluan industri, kelistrikan, dan pupuk yaitu rata-rata 44% dari total alokasi gas.

  • Efek multiplier berupa pertumbuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) industri hulu migas dapat dipertahankan di atas 50% dalam tiga tahun terakhir, sementara untuk tahun 2014 sendiri hingga November 2014 telah mencapai USD 16,3 milyar yang didominasi oleh pengadaan jasa sebesar USD 11 miliar.

  • Efekmultiplier berupa nilaikomitmen tahunan transaksi pembayaran melalui Bank BUMN/BUMD terus mengalami peningkatan dimana dari tahun 2012 ke 2014 saja meningkat sebesar 27%.

  • Kegiatan pengadaan barang dan jasa juga melibatkan BUMN seperti Pertamina, Rekayasa Industri, Wijaya Karya, Elnusa dan masih banyak lainnya.

  • Satu hal yang tumbuh signifikan sebagai bagian dari efek multiplier industri hulu migas adalah penempatan dana ASR (Abandonment and Site Restoration) oleh kontraktor migas ke 3 bank BUMN (Mandiri, BNI dan BRI) sesuai ketentuan yang berlaku. Hingga 30 November 2014, penempatan dana ASR tersebut telah mencapai USD 595 juta, meningkat 444% dari tahun 2009.

SKK Migas sendiri sebagai Satuan Khusus yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Migas, dalam melakukan tata kelola keuangan yang baik, selalu diaudit oleh auditor negara (BPK).Dalam rentang waktu 6 tahun terakhir hingga tahun 2013, Laporan Keuangan SKK Migas memperoleh penilaian Wajar Tanpa Pengecualian. Bagaimana dengan tahun 2014 ? Nah untuk hal ini, audit akan dilakukan pada tahun 2015.

Adalah menarik jika sekarang komando SKK Migas dipegang oleh Pak Amien Sunaryadi yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang Akuntansi serta memiliki pengalaman yang luas dengan praktek tata kelola perusahaan yang baik sekaligus pernah ikut memimpin KPK. Maka tidaklah mengherankan jika dalam rencana kerja tahun 2015 SKK Migas, hal-hal yang terkaitdengan tata kelola akan semakin ditingkatkan. Sebut saja misalnya whistle blowing system, enterprise risk assessment dan fraud risk assessment yang sangat melekat denganlatar belakang Pak Amien.

Dalam artikel saya terdahulu yang berjudul “Arah Hulu Migas dan Prospek Karir Masa Depan”

http://muda.kompasiana.com/2015/03/08/arah-hulu-migas-dan-prospek-karir-masa-depan-705711.html

sempat saya tuliskan tentang perubahan paradigma mendasar dari kegiatan hulu migas di Indonesia, kalau dulu kegiatan hulu migas ini sangat ditekankan pada penghasil pendapatan dan energi bagi negara, maka saat ini titik berat tidak semata-mata pada kedua aspek (pendapatan dan energi) tersebut saja. Saat ini migas sebagai salah satu lokomotif penggerak ekonomi nasional diharapkan dapat menciptakan efek multiplier dengan pendekatan baru yang lebih: people prosperity, pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Tidak mengherankan jika hal itu juga yang menjadi perhatian kepala SKK Migas ketika mengunjungi fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat akhir Februari lalu. Tidak hanya masalah operasional yang menjadi perhatian dalam kunjungan tersebut. Melainkan juga yang menjadi perhatian adalah bagaimana kehadiran LNG Tangguh dapat menambah manfaat dalam mengembangkan potensi di sekitar lokasi, misalnya dalam hal penggunaan tenaga kerja lokal, berkembangnya perusahaan-perusahaan lokal serta produk pertanian dan perikanan di sekitar Teluk Bintuni. Dapat dicontohkan misalnya kerjasama Tangguh dan PLN serta pemda setempat dalam penyediaan listrik untuk kebutuhan masyarakat dan industri kecil menengah yang mulai tumbuh. Apa lagi ? Lihat saja yang baru saja terjadi 2 bulan yang lalu bagaimana di tengah business as usual industri hulu migas, perhatian yang diberikan SKK Migas dan kontraktor migas ternyata sangat membantu Basarnas dalam upaya SAR Air Asia QZ 8501. Tidak kurang dukungan yang diberikan oleh SKK Migas dan kontraktor dengan mengirimkan kapal tanker yang memasok bahan bakar untuk kapal-kapal yang melakukan pencarian serta mengirimkan penyelam untuk membantu proses evakuasi.

Yang juga perlu disadari oleh masyarakat adalah bahwa investasi di bidang hulu migas melibatkan modal yang sangat besar. Jangka waktu untuk eksplorasi migas juga tidaklah singkat dengan hasil yang bisa-bisa tidak menemukan sumber yang memiliki kelayakan secara ekonomis. Itulah salah satu sebab, sistem bagi hasil dengan kontraktor migas menjadi pilihan yang masih harus ditempuh saat ini. Dengan sistem bagi hasil seperti ini negara tidak akan menanggung kerugian jika ternyata pada tahap eksplorasi memang tidak ditemukan sumber yang memiliki kelayakan secara ekonomis, karena semua itu akan ditanggung oleh kontraktor migas. Dengan pilihan bagi hasil seperti ini, maka alokasi anggaran dapat digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur lainnya untuk kemakmuran rakyat.

Terlepas dari itu semua, tidak berarti secara teknis BUMN seperti Pertamina serta kontraktor migas lokal tidak memiliki kemampuan dalam bidang hulu migas sebagaimana kontraktor-kontraktor raksasa migas asing. Pertamina misalnya memiliki anak perusahaan yang bergerak di bidang hulu energi yang fokus kepada potensi gas metana batubara.

Bagi SKK Migas, arah hulu migas ke depan sudah sangat jelas dan denyut nadi hulu migas hingga saat ini dan tahun-tahun mendatang sangat mendukung perekonomian nasional. Tentu saja besar harapan agar tata kelola hulu migas menjadi semakin baik dan kemampuan anak bangsa untuk memperoleh kemandirian dan ketahanan energi akan semakin dapat diandalkan. Semoga!

Referensi:

http://www.migasreview.com/upload/d/c%7Bca%7DSKKMigas-OutlookCapaianTahun2014&RencanaKerja2015%7Bca%7D2015-01-13%7Bca%7D06-

26-38%7Bca%7D1421138112.pdf

http://www.skkmigas.go.id/

Materi SKK Migas – Kompasiana Nangkring 14 Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline