Ungkapan "Indonesia Bubar 2030" menjadi perbincangan hangat beberapa waktu yang lalu, tepatnya berawal ketika sang pembicara mengungkapkan sebuah "ramalan" akan hal tersebut pada hari Senin, 18 September 2017, di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia.
Bukan hanya sekali, "ramalan" yang sama muncul di akun media sosial resmi sebuah partai yang menampilkan pidato politik tentang hal tersebut. Bedanya, kali ini sang pemimpin partai mengakui bahwa ia mengutip sebuah karya fiksi ilmiah novel berjudul Ghost Fleet: a Novel of The Next World War, karya pengamat militer, Peter W. Singer dan August Cole. Ghost Fleet sendiri merupakan karya fiksi ilmiah yang membahas tentang perang masa depan dan kemungkinan Perang Dunia III yang disusun melalui hasil pengamatan dinamika politik, persaingan teknologi, serta isu spionase di antara ketiga negara: Amerika Serikat, China, dan Rusia.
"Ramalan" bubarnya Indonesia tahun 2030 sempat memancing perdebatan hangat, khususnya di media sosial, namun diluar pro-kontra pernyataan tersebut, sebenarnya ada hal-hal yang layak diwaspadai yang memang bisa saja berujung bubarnya Indonesia. Ketua Pusat Studi dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi, seperti dikutip dari liputan6.com menyatakan bahwa ancaman bahaya di Indonesia justru berasal dari dalam, misalnya isu sentimen SARA (suku agama ras antar golongan). Kenyataan dari pendapat Muradi ini salah satunya bisa terlihat dari beberapa kejadian tragis yang menimpa kota Surabaya. Beberapa bom meledak dalam kurun waktu yang tidak terlampau lama.
Diakui atau tidak, peristiwa ledakan bom tersebut menimbulkan ketakutan di masyarakat. Penulis yang tinggal di Denpasar sendiri sempat mendengar komentar rekan kerjanya yang merasa agak trauma ketika melihat orang yang berpakaian mirip dengan salah satu pelaku pengeboman. Sementara itu, penganut agama yang merasa "terpojok" akan peristiwa itu tidak kalah gigih membela diri. Akun media sosial ramai. Dampak sosialnya terasa. Masing-masing pihak meningkatkan kewaspadaan. Apa kabar sila ke-3 Pancasila? Semoga tetap baik-baik saja.
Yup. Persatuan Indonesia, sila ke-3 Pancasila menghadapi cobaan dengan adanya musibah yang terjadi di Surabaya, apalagi beberapa saat sebelumnya, terjadi peristiwa yang tidak kalah tragis di Mako Brimob Kelapa Dua, ditambah lagi menjelang pemilihan gubernur dan pemilihan presiden. Kewaspadaan ditingkatkan, bahkan presiden RI bermaksud mengaktifkan lagi pasukan khusus legendaris TNI yang sudah jarang terdengar namanya.
Ada beberapa nama yang tidak bisa dilupakan ketika berbicara tentang Pancasila, salah satunya adalah Taufiq Kiemas. Almarhum wafat pada hari Sabtu, 8 Juni 2013, kelelahan setelah menghadiri perayaan kelahiran Pancasila pertama kalinya di luar gedung MPR RI. Bukan hanya karena wafat almarhum setelah memperingati kelahiran Pancasila, tetapi gagasan tentang 4 pilar kebangsaan yang akhir-akhir ini terasa begitu penting.
4 Pilar MPR RI terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Gagasan almarhum tentang 4 Pilar ini pertama kali diungkap saat peluncuran bukunya yang berjudul Empat Pilar untuk Satu Indonesia: Visi Kebangsaan dan Pluralisme Taufiq Kiemas, di Jakarta pada 22 Februari 2012. Taufiq mengungkapkan keyakinannya bahwa 4 Pilar, terutama Pancasila, merupakan rumusan cita-cita besar bangsa Indonesia. "Pancasila adalah terjemahan dorongan hati manusia Indonesia ke dalam dimensi sosial-politik. Dalam Pancasila, bangsa Indonesia melihat wajahnya sebagaimana ia mencita-citakannya," kata Taufiq seperti dikutip oleh liputan6.com. Gagasan yang pada awalnya disebut "4 pilar kebangsaan" itu belakangan digugat karena dianggap tak pantas mensejajarkan Pancasila sebagai dasar negara dengan 3 pilar lainnya. Akhirnya digantilah sebutannya menjadi "4 Pilar MPR RI".
Sepeninggal Taufiq Kiemas, MPR RI tetap gencar mensosialisasikan pemikiran Taufiq Kiemas tentang 4 pilar. Wajar saja, salah satu tugas MPR Ri adalah memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRi, Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR seperti tercantum dalam Pasal 5 huruf a dan b, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Lalu, apa manfaat 4 Pilar MPR RI itu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Hal tersebut dijawab secara langsung oleh Seretaris Jendral MPR RI, Ma'ruf Cahyono, yang hadir dalam acara "Netizen Bali, Ngobrol Bareng MPR", Kamis (10/5/2018). Pemahaman 4 pilar akan bermanfaat dalam merawat jati diri bangsa dan memunculkan karakter yang baik serta sesuai nilai-nilai luhur bangsa. Jati diri bangsa sendiri merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di situlah tercakup apa yang dimaksud nilai-nilai ketuhanan sebagai bangsa yang religius, bangsa yang humanis atau memanusiakan manusia, bersatu atau nasionalis, musyawarah mufakat, dan adil. Jadi, apakah berlebihan pernyataan bahwa apabila tanpa 4 pilar MPR RI Indonesia bubar sebelum 2030? Lalu apa yang bisa dilakukan untuk tetap menjaga keutuhan bangsa ini?
referensi: