Lihat ke Halaman Asli

A. S. Narendra

Tunggu sebentar, tulisan belum selesai diketik...

Jangan Sia-siakan Bakatmu Dik…

Diperbarui: 23 Desember 2015   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jarang buka akun Twitter, pagi ini tiba-tiba pengen buka dan tertuju pada satu link yang ditwit oleh akun Kompasiana. Saya buka link itu, ternyata tulisan seorang kompasianer yang galau menentukan apakah dirinya akan kembali kerja menjadi TKW di negeri orang atau kuliah S1.

Saya menikmati tulisan tersebut dari kalimat awal dia bertutur. Batin saya sejak awal, si penulis pasti bukan orang sembarangan. Gak mudah menulis dengan kalimat yang mengalir seperti itu, bahkan calon sarjana S1 perguruan tinggi terkenal yang nongkrong berjam-jam di depan laptop untuk menulis skripsi terkadang tulisannya gak semenarik itu, yah meskipun menulis skripsi beda dengan menulis bebas. Tetap aja struktur kalimat orang yang berbakat menulis beda dengan orang yang dipaksakan menulis (skripsi).

Lebih jauh membaca tulisan itu, si penulis menuturkan pengalaman ngeblognya. Benar batin saya, dia bukan penulis sembarangan. Dia berbakat. Bahkan dengan rangkaian kalimat yang dituliskannya, ia bisa sampai istana, entah bertemu presiden atau gak. Mungkin dia tidak atau belum menyadari betapa bakat yang dia miliki itu anugerah, karena gak sedikit orang yang mengeluarkan uang untuk bisa menulis seperti dia. Saya sendiri malah memilih jadi penikmat tulisan dan pemerhati penulis karena begitu buruknya tulisan saya… heuheu…

Sewaktu belajar dulu, bakat dikaitkan dengan minat. Mungkin karena itulah ada mata kuliah yang diberi nama Psikodiagnostik III, tes minat dan bakat. Bagaimanapun, bakat yang tidak ditekuni dengan minat yang tinggi tetap saja tidak menghasilkan hal yang bermanfaat.  Entah si penulis itu memiliki bakat atau minat yang tinggi, ia telah menghasilkan hal yang bermanfaat, yaitu tulisan.

Sebagai seorang pengamat penulis, ada beberapa penulis yang saya kagumi menurut saya bisa menjadi teladan untuk adik si penulis galau itu. Triwibisono namanya, saya lebih suka menyebutnya Mbah Nyut. Mbah Nyut itu lucu, setidaknya dalam percakapan antara Mbah Nyut dan Kang Al di FB. Mbah Nyut itu editor, hidup dari menulis, demikian juga dengan Kang Al. Saya gak terlalu detail dengan latar belakang pendidikan Mbah Nyut, tapi Kang Al yang juga penulis itu malang melintang di dunia tulis-menulis meskipun latar belakang pendidikannya desain produk. Hampir saja Kang Al gak lulus S1 desain produk yang akhirnya lulus setelah belasan tahun kuliah.

Lain lagi dengan penulis serius seperti Iqbal Aji Daryono. Serius disini saya artikan bahwa dia menekuni dunia kepenulisan sejak kuliah di S1. Di S1 itu pun ia ikut unit kemahasiswaan jurnalistik, selaras dengan kuliahnya. Sekarang ia hidup di negeri orang, melanjutkan pendidikan jurnalistiknya dengan menyambi menjadi sopir truk. Kurang serius apa coba beliau…? Tapi jangan terlalu berharap tulisannya di mojok.co seserius dirinya menekuni dunia jurnalistik. Bahkan beliau ini sudah menuliskan buku dengan judul “out of the (truck) box

Penulis lain yang saya perhatikan adalah Lanang Sawah, nama pena dari Edi A. Effendi. Saya lupa apa jurusan S1-nya, tapi S2 beliau adalah beasiswa untuk sekolah di USA. Beliau kenal baik dengan almarhum Nurcholish Madjid, bahkan biaya operasi matanya ketika kuliah S2 di USA itu dibiayai oleh beliau. Nah, kalau orang ini memang serius sekali dan galak menurut saya. Pengalamannya sebagai wartawan sudah tidak diragukan, tipe-tipe penulis idealislah.

Tentu masih ada beberapa penulis yang saya perhatikan dan akrabi tulisannya, termasuk karakter sang penulis. Inti dari tulisan ini adalah jangan takut melangkah, terutama mendalami apa yang menurut saya sudah ada bakat dan sudah terwujud dalam sebuah karya. Saya mendukung si adik penulis untuk mendalami bakatnya menulis di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan portofolio yang sudah dimiliki saat ini, insha Allah biaya kuliah bisa terpenuhi dengan sendirinya, asal tetap proaktif menekuni apa yang sudah menjadi tujuan. Modal yang paling penting dimiliki adalah semangat untuk maju. Lainnya bisa menyusul. Betul gak bro?

Masak kalah dengan Agus Mulyadi, blogger dari Magelang yang memiliki wajah iconic yang sudah sering muncul di tipi dan menjadi tokoh di mojok.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline