Kawruh Jiwa sebelumnya biasa disebut Kawruh Begja yang artinya Ilmu Bahagia. Kawruh Jiwa berisi ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang aplikasi filosofi kehidupan. Fakultas Psikologi UGM, Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengembangkan Kawruh Jiwa sebagai bagian usaha anak bangsa mengembangkan Psikologi yang berbasis budaya lokal (Indigeneous Psychology). Tahun 2014 ini adalah tahun kedua UGM menyelenggarakan sekolah Kawruh Jiwa. Kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 14-17 November 2014 tersebut diberi judul "Sekolah Kawruh Jiwo Ki Ageng Suryomentaram Angkatan ke-2". Tahun kedua ini juga menjadi tahun yang spesial karena pemimpin Bangsa Indonesia kali ini pernah menimba ilmu di UGM. Lebih spesial lagi, pidato Javanese English Jokowi, sang presiden, di konferensi APEC membuka mata dunia tentang eksistensi etnis Jawa dengan bahasanya. [caption id="attachment_376628" align="aligncenter" width="462" caption="Pembicara Sekolah Kawruh Jiwa. Ki-ka: Ryan Sugiarto, Prasetyo Atmosutidjo, Prof Koentjoro, Gregorius Gesi Raja. (sumber: dok.pri.)"][/caption] Profesor Darmanto Yatman, Guru Besar Emeritus pada Fakultas Psikologi Undip menyatakan ada 3 aliran Psikologi Jawa berdasarkan ketokohan dan pendapatnya, yaitu Aliran R.M. Sosrokartono, Soemantri Hardjoprakosa, dan Ki Ageng Suryomentaram. Aliran pertama, yaitu R.M. Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, poliglot yang terkenal dengan falsafah sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. Aliran ini relatif sulit disaintifikasi karena referensinya yang jarang. Aliran kedua gagasan Prof. Soemantri Hardjo Prakoso siap untuk menjadi psikologi dengan "Candra Jiwa Soenarto", turunan dari babon kitab Sasangka Jati. Kelemahan dari aliran ini adalah asosiasinya yang begitu dekat dengan organisasi Pangestu. Hanya aliran Ki Ageng Suryomentaram-lah yang masih relatif "mudah" disaintifikasi menjadi ilmu Psikologi Nusantara, yaitu Kawruh Jiwa. Ki Ageng Suryomentaram, atau dalam artikel ini disingkat menjadi KAS adalah putra ke-55 Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Kehidupan kerajaan bergelimang harta dan memiliki tahta tidak membuat KAS puas. KAS merasa terbelenggu dalam sembah rakyat kecil dan amarah sang ayah. KAS menghilang dari keraton karena merasa "ora tahu kepethuk uwong" (tidak pernah bertemu manusia). Istana gempar termasuk Belanda. Belanda takut terjadi KAS menjadi Pangeran Diponegoro II, mengingat peperangan dengan Pangeran Dipongoro menjadi perang yang paling merugikan pihak Belanda ketika menjajah Indonesia. [caption id="" align="aligncenter" width="236" caption="Ki Ageng Suryomentaram dengan pakaian sehari-hari (sumber: www.urbanpsyche.wordpress.com)"]
[/caption] Ajaran KAS: Mulur-Mungkret Konsep mulur-mungkret (memanjang dan mengerut) disampaikan Ki Ageng Suryomentaram (KAS) dalam upaya untuk memahami keinginan manusia. Setiap manusia (normal) pasti memiliki keinginan, keinginan yang selalu bertambah-tambah, sesuai dengan sifat manusia yang tidak pernah puas. Jika keinginannya tidak tercapai, seringkali manusia menurunkan target keinginannya. Penyebab rasa senang ialah tercapainya keinginan. Keinginan yang tercapai menimbulkan rasa senang, enak, lega, puas, tenang, gembira. Padahal jika keinginan ini tercapai pasti mulur (memanjang), dalam arti meningkat. Ini berarti bahwa hal yang diinginkan itu meningkat entah kuantitas maupun kualitasnya. Ketika hal tersebut tidak dapat tercapai, maka akan menimbulkan susah. Jadi senang itu tidak dapat berlangsung terus-menerus. Adanya adalah keabadian perubahan senang-susah atau langgeng bungah-susah. Neraka Dunia Ki Prasetyo Atmosutidjo, Ketua Komunitas Pelajar Kawruh Jiwa Yogyakarta yang juga menjadi pembicara dalam Sekolah Kawruh Jiwa menjelaskan bahwa sumber neraka dunia ada empat, yaitu (1) meri (iri), (2) pambegan (sombong) serta (3) getun (kecewa pada kejadian yang telah terjadi), dan(4) sumelang (waswas pada kejadian yang belum terjadi). Keempat hal tersebut menyebabkan raos tatu (rasa luka yang menyebabkan kecewa berkelanjutan) dan perasaan ciloko peduwung (celaka yang berkelanjutan). Meruhi Gagasane Dhewe (Memahami Gagasan [Khayalan] Sendiri) Puncak ajaran KAS adalah apabila seorang individu telah berhasil meruhi gagasane dhewe. Maksudnya, individu sudah berhasil memisahkan antara dirinya dan perasaannya. Apa yang dia rasakan, senang-susah hanyalah perasaan. Selain senang-susah yang berupa perasaan, manusia terlahir di dunia memiliki atribut-atribut yang seringkali sulit ditanggalkan, misalnya semat (kekayaan), derajat (kedudukan), dan kramat (kekuasaan). Ketiga hal tersebut begitu melekatnya pada manusia sehingga apabila dipisahkan dari seseorang akan menimbulkan dirinya masuk ke neraka dunia tadi, padahal atribut tersebut hanya semu. Misalnya seseorang dengan kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan yang tinggi apabila sewaktu-waktu Tuhan menghendaki ketiga hal tersebut raib, orang itu akan kecewa (getun). Orang dengan ketiga atribut tersebut, apabila belum bisa memahami khayalannya sendiri akan merasa waswas (sumelang) bahwa atribut yang dibanggakannya itu bisa sewaktu-waktu dicabut. Ketika seseorang sudah memisahkan aku (diri sendiri) dan aku (atribut-atribut duniawi) maka orang itu akan lebih merasa damai, percaya diri, dan lebih bahagia. Tingkatan ini dalam Kawruh Jiwa disebut menungso tanpo tenger atau manusia tanpa ciri. Contoh perilaku ini nampak pada diri KAS dalam berpakaian. KAS tidak membedakan siapa orang yang ia temui. Siapapun orang yang ditemui, KAS selalu berpakaian sama seperti yang ditunjukkan dalam foto di atas, termasuk bertemu dengan Presiden Soekarno.
Aplikasi Ajaran Kawruh Jiwa Sekolah Kawruh Jiwo Ki Ageng Suryomentaram Angkatan ke-2 juga memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk menceritakan pengalaman mereka menerapkan ajaran KAS tersebut dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Gregorius Gesi Raja, seorang pengajar sekolah menengah menerangkan bagaimana ia membuat metode pengajaran sesuai dengan ajaran KAS, yaitu menulis. Siswa diminta menulis surat pada orang yang dia benci apa adanya, dimana hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan cara lisan. Siswa tersebut kemudian juga menulis surat balasan dimana siswa menempatkan diri sebagai orang yang sebelumnya ia kirimi surat. Metode pengajaran ini memenangkan penghargaan tingkat nasional ketika dilombakan sewaktu Ki Greg, demikian ia dipanggil, mengajukannya dalam sebuah lomba ketika masih mahasiswa. Aplikasi Kawruh Jiwa juga ditunjukkan bagaimana masyarakat Desa Balong rukun bermasyarakat, padahal beberapa tahun sebelum diadakan Kawruh Jiwa, hampir setiap tahun ada saja pemuda desa yang meninggal karena mabuk-mabukan minuman keras. Prof. Koentjoro mengajak para pelajar Sekolah Kawruh Jiwa melakukan kuliah lapangan di desa tersebut pada malam hari pasca belajar teori di siang hari. Ini adalah penerapan Kawruh Jiwa dalam bidang pembangunan komunitas (community development). [caption id="attachment_376645" align="aligncenter" width="490" caption="Gamelan anak-anak Desa Balong (sumber: dok.pri.)"]
[/caption] Begitu meluasnya ajaran KAS dengan Kawruh Jiwa-nya, peserta datang dari berbagai daerah berbeda di Indonesia. Bahkan peserta paling jauh Tantono Subagyo, tinggal di Singapura. Meski jauh dari Jogjakarta, Tantono Subagyo amat mahir berbahasa Jawa kromo inggil, ternyata beliau alumni UGM pula. [caption id="attachment_376646" align="aligncenter" width="393" caption="Tantono Subagyo (dua dari kiri) sedang memberi plakat kepada perwakilan masyarakat Desa Balong (sumber: dok.pri.)"]
[/caption] [caption id="attachment_376647" align="aligncenter" width="420" caption="Ketoprak desa Balong tentang roso mlenet (sumber: dok.pri.)"]
[/caption] Revolusi Jiwa, Bukan Sekedar Revolusi Mental Prof. Koentjoro, ketua bagian Psikologi Sosial UGM berseloroh, ajaran KAS sesuai dengan apa yang terdapat dalam lagu kebangsaan Indonesia, yaitu Indonesia Raya. Lirik dalam lagu tersebut adalah anjuran membangun jiwa baru membangun raga. Indonesia puluhan tahun membangun raga tanpa diiringi pembangunan jiwa dengan serius, akibatnya pondasi kebangsaan rapuh dan mudah dirongrong mentalitas pragmatis tikus berdasi yang oportunis. Apa yang diajarkan KAS bukan sekedar revolusi mental, namun juga revolusi jiwa. Sebagai latihan awal, mari coba meruhi gagasane dhewe (memahami gagasan [khayalan] sendiri). Renungkan dan sadari bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh naik-turunnya harga BBM maupun siapa presiden terpilih Indonesia. Kebahagiaan bersumber dari bagaimana dan seberapa besar rasa syukur pada apa yang sudah diberikan Tuhan selama ini. ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),maka pasti azab-Ku sangat berat.”, demikian firman Tuhan dalam kitab-Nya. Jogja, 20 Nov. 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H