Lihat ke Halaman Asli

andra nuryadi

bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Influencer IKN dan Anggaran Negara

Diperbarui: 29 Juli 2024   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Kompas.com

Seringnya pemerintah memanfaatkan jasa influencer kian terlihat dalam beberapa proyek belakangan. Umpamanya tempo hari sebelum Whoosh resmi beroperasi sejumlah selebritas pemengaruh saling hadir dan saling bercelotehan mengungkap kereta Jakarta -- Bandung yang proyeknya menelan hingga Rp 97 triliun itu.

Lalu, sehari sebelum sang presiden menunaikan janjinya berkantor di IKN, sejumlah pesohor dari dunia hiburan kembali menginfluens. Kali ini pas berbarengan dengan peresmian jembatan maupun menjajal jalan.

Pola pengerahan influencer template dan seragam. Yakni dilakukan di saat banyak isu bertebaran bernada pro dan kontra. Para pemengaruh dengan pengikut platform digital jutaan jumlahnya itu diset mendampingi presiden. Output-nya macam-macam format dengan pesan senada, yakni; kenyataan di lapangan dan keseruan bersama sang pemimpin negara.

Dalam dunia pemasaran dan komunikasi digital, peran influencer atau KOL (key opinion leader) adalah satu pendorong dari pengelolaan komunikasi media hari ini yang akrab dijuluki POEM (Paid, Owned, and Earned Media). Bahkan dalam teori lain menyebutkan bahwa KOL sebenarnya pilar media tambahan dari konsep POEM.

Penggunaan influencer sangat dimungkinkan untuk menyebarkan lebih luas pesan sebuah konten. Karena itu pemilihan dan penggalangan pemengaruh selalu dilakukan lewat strategi demi mencapai tujuan yang diharapkan.

Karenanya pengerahan KOL tidak muncul begitu saja dan dilakukan secara masif. Semuanya dilakukan berdasarkan konsep dari kolaborasi gagasan yang dihimpun di tahap permulaan. Dari rincian teknis hasil elaborasi konsep biasanya melahirkan perencanaan dan taktik. Pemilihan KOL adalah salah satunya.

Di lingkup swasta biasanya pengajuan influencer itu sangat ketat. Bukan saja karena mesti efektif dalam menyampaikan pesan agar tak mengalami banjir informasi namun tidak tepat sasaran. Tetapi juga memperhatikan faktor biaya.

Pembiayaan influencer umumnya sangat fluktuatif. Walaupun secara normatif ada semacam clue yang menjelaskan tarif jenis-jenis KOL (mulai dari mikro hingga makro), tetapi bagi kalangan pesohor angka tarif umum bisa tidak berlaku. Bahkan soal ini seringkali menjadi perdebatan di kalangan pelaku markom, lantaran begitu tingginya sodoran rupiah dari para selebritas.

Pelibatan influencer yang ramai seru pada jagad media sosial terbaru di IKN sekaligus menggedor perhatian dan perdebatan. Perhatian pertama, jika menggunakan praktik influencing by KOL maka mestinya didefinitifkan tujuan penggalangan influencer yang aktivitasnya dirupakan touring kecil-kecilan itu. Penjelasan yang definitif akan mereduksi pertanyaan soal apakah sebegitu perlu mengundang mereka di tengah berbagai isu IKN selain hanya sekadar memamerkan infrastruktur, dalam hal ini jalan raya dan jembatan. Bukankah dengan mengoptimalkan own media dan earned media yang dimiliki oleh otoritas jauh lebih berbobot, orisinal, sarat dengan data ter-update, juga lebih bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan langkah memilih paid media agar menjangkau lebih masif pun malah lebih baik dan sekaligus "menghidupi" bisnis perusahaan media.

Kedua, yakni seberapa efektif membawa begitu banyak influencer yang sudah barang tentu melibatkan anggaran yang tidak sedikit. Di sektor private, pengeluaran anggaran (budgeting) untuk markom sangat detil dan setiap items sangat diperhitungkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline