Lihat ke Halaman Asli

andra nuryadi

bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Ramai-Ramai Pakai Starlink di Pelosok

Diperbarui: 8 Juni 2024   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Video-video review, uji coba, atau sekadar pamer Starlink bermunculan di TikTok. Sebagian diunggah oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pelosok nusantara. Kawasan yang dikategorikan sebagai 3T (tertinggal, terdepan, teluar).

Video-video pendek itu seakan hendak menyampaikan pesan bahwa mereka kini sudah menikmati akses internet. Tidak ketinggalan dan kalah lagi oleh masyarakat di perkotaan, bahkan sekalipun Jabodetabek yang bisa menikmati kecepatan unduh internet di atas 100 mbps.

Lihat kawan di Halmahera Timur. Kabupaten yang jaraknya dari Jakarta sejauh lebih dari 2.500 km. Usai menginstal antena dan hardware Starlink Kit kemudian mengunduh dan mengoperasikan aplikasi mobile Starlink, hasil speed test menunjukkan angka downlink rata-rata 157 mbps. Hasil itu didapat dari akses jaringan SpaceX Starlink di angkasa.

Ada lagi kawan  lain, masih di daerah 3T bahkan hasil uji kecepatan melaporkan angka 221 mbps. Walaupun speed unggahnya baru 27 mbps dengan tingkat latensi (keterlambatan dalam komunikasi jaringan) 76 ms. Untuk bermain game online latensi yang biasanya di kisaran 30-40 ms. Tetapi angka 76 ms masih bisa diterima.

Sample lain lagi berlokasi di provinsi Kalimantan Tengah. Kawan dari sini melaporkan angka speed download 156 mbps. Latensinya di angka 43 ms. Tidak hanya di Indonesia, warga tetangga Malaysia juga ramai-ramai pasang Starlink. Sebagai contoh warga Pulau Jambongan di utara Sabah, atau dari Kota Kinabalu berjarak 168 km, dalam kondisi hujan dan berawan bisa memperoleh kecepatan unduh 119 mbps, latensi 70 ms.

Kisah-kisah ini menceritakan warga tidak perlu lagi menunggu hadirnya satelit pemerintah, BTS atau serat fiber baik yang diupayakan pemerintah, apalagi swasta.

Dunia digital dan akses internet yang kemarin eksklusif, kini berubah inklusif. Modalnya Starlink Kit yang berisi antena dengan base-nya, router WiFi, power charger dan kabel seharga Rp 7,6 jutaan.

Bahkan kian banyak pemasok alias agen yang memborong banyak Starlink Kit dan ada yang menjual hanya Rp 4,6 jutaan saja alias harga promosi. Keberanian retail membuat tarif promo tentu akibat persaingan yang muncul dari permintaan yang besar. Bahkan beberapa toko ponsel kini berani membelanjakan modal untuk membeli Starlink Kit. Toh harganya setara dengan smartphone 5G. Itu pun toko yang berlokasi di Kabupaten Sumba Timur.

Fakta bahwa masyarakat pelosok memiliki kemampuan membeli perangkat tentu karena kebutuhan tinggi dan mendesak, dan mereka punya uang. Masalahnya akses internet yang dijanjikan sampai hari ini oleh pemerintah tidak kunjung hadir.

Langkah logis masyarakat itu wajar di tengah gempuran dunia digital yang masif. Di kawasan 3T misalnya yang mungkin dirasa terlalu lama menunggu satelit Satria 1 berbiaya Rp 6,9 triliun hadir membantu inklusivitas digital. Bahkan sampai Juni 2024 ini Bakti Kominfo yang menjadi penanggungjawab belum memberi update atas status penggunaan satelit tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline