Perlahan Starlink mulai bikin sensitif dunia telekomunikasi. Salah satunya proyek direct to cell yang diumumkan Januari 2024 oleh Starlink. Sebuah terobosan teknologi di mana fitur telekomunikasi tidak lagi mengandalkan infrastruktur menara maupun kabel sebagai sistem transmit dan receive. Melainkan satelit yang beroperasi di layer atmosfer Low Earth Orbit (LEO).
Selama ini lebih dari 5.000 satelit yang telah diluncurkan belum memiliki kemampuan direct to cell. Oleh karena itu pengguna Starlink harus membeli Starlink Kit yang berisi antena dengan base-nya, router WiFi, power charger dan kabel seharga Rp 7,6 jutaan. Layanan yang kian digandrungi masyarakat melek internet cepat ini baru sebatas seperti akses internet umumnya. Bedanya memakai satelit sebagai perantara.
Lewat uji coba satelit direct to cell sukses mentransmisi fitur SMS Berbeda dengan ketika telekomunikasi nirkabel dikenalkan, direct to cell justru menguji fitur teks lebih dulu. Starlink memaparkan proyek ini dengan target; layanan data dan suara siap pada awal 2025. Yang artinya tahun depan konsumen akan menikmati layanan seperti yang Anda lakukan saat ini lewat operator telekomunikasi saat ini.
Servis suara sudah menurun. Tetapi layanan data terus melonjak pemakaiannya. Jika kelak keberhasilannya menyerupai uji fitur SMS tempo hari bareng operator T-Mobile, maka layanan data internet lewat satelit direct to cell alias satelit ke jaringan seluler membuat sejarah baru.
Malah timeline Starlink menyebut pula untuk layanan IoT yang membutuhkan bandwith lebih tinggi akan tersedia pada pertengahan 2025. Ini merupakan layanan yang oleh operator telekomunikasi terus dicoba lewat inovasi tetapi terganggu oleh mahalnya pengembangan jaringan 5G.
Bagi operator memasuki dunia IoT tidak cukup hanya membawa modal high speed network. Mereka bahkan harus menyiapkan perangkat lunak dan sistem dengan menggadang solusi ke berbagai industri. Namun, hasilnya belum cukup signifikan untuk memberi pendapatan sepadan, apa lagi jika dipilih sebagai jalan keluar me-recovery turun drastisnya pendapatan di sektor voice dan text.
Di tengah kondisi survival akibat tergerusnya pendapatan tersebut, sektor akses data internet juga belum cukup memulihkan gangguan finansial operator. Walaupun layanan ini paling menyibukkan trafik dan setidaknya paling bisa diandalkan menjaga performa keuangan mereka.
Starlink dengan direct to cell akan bermain di lalu lintas data. Ditambah review pelanggan yang memberi nilai plus pada performa jaringan satelit yang disediakan, yakni lebih cepat daripada jaringan terrestrial. Skor bintang ini adalah berita baik bagi masuknya Starlink sekaligus pengembangan layanan ke depan.
Jika sistem jaringan satelit direct to cell mampu meniadakan kehadiran jaringan terrestrial eksis yang telah dibangun bertahun-tahun itu, maka di sinilah kompetisi sebenarnya dimulai. Kecepatan satelit Starlink diset pada 7,7 km per detik agar mampu menyesuaikan dengan kecepatan LTE maupun latensi. Dengan kata lain, satelit-satelit mereka adalah "menara telko" di angkasa dengan native jaringan seluler. Karena itu pula faktor keunggulan lainnya adalah pada sisi coverage yang lebih luas, yang tidak dijangkau oleh BTS, apalagi serat optic.
Kelak konsumen ditawari pilihan. Seperti sekarang telah terjadi di mana orang-orang membeli Starlink Kit karena jenuh dengan kecepatan downlink dan uplink yang dianggap rendah. Nanti, ada pelanggan operator telko yang merasa perlu berlangganan cell to direct Starlink karena jaringan lebih luas. Apa kah perilaku konsumen di atas akan mengurangi kuantitas pelanggan operator?