Kuraih kemuning pengganti melati, sebab putih tak hendak bercela. Kupilih hening menanti hati, dalam risih kasih menyela. Letih kening kaki meniti, raga menyisih pada hasrat menyala. Merintih bening ambisi terhenti, diam memilih jalan kuhela. Lirih geming hasrat tak akan mati, meski tersapih pada alam menggila.
Keriput bibir menjengkal gelap, pada nanar mata menatap... menahan ratap. Memaksa ringkihnya dada membuncah pengap. Lantas semua tumpah dalam isak harap, berguncang seakan meruntuhkan langit tak beratap. Pasrah... kening yang tak lagi mulus mendekap, sengau napas menguap di lantai yang tak lagi mengkilap.
Bukan karena mata tertutup kelam, hanya sisik tubuh kian merajam. Memaksa diri hilang tenggelam, dalam keriuhan suara alam.
Semakin dalam...
Lebih dalam...
Lalu geming tak ubahnya pualam di tubir jurang malam. Meninggalkan akal membusuk tertindih dentang kalam.
Mungkin melati mewangi sampai ke syurga, tinggalkan kemuning pemagar raga, meski tiada ‘kan puas melepas dahaga, biarlah kupeluk kendati sedikit tetap kujaga. Dan... tak kubiar tersentuh jelaga.
-o0o-
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI KOMPASIANA, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
===
Ando Ajo, Jakarta 01 April 2017.