Mengalir cerita pada bentang masa. Kaki kecil melangkah riang tiba-tiba terpana. Pada sahutan pada sorakan tak bermakna, padahal mereka teman juga. Entah pada mereka, tapi iya baginya.
Gadis kecil pulang dalam sedih tak terkira. Ingin bertanya pada satu-satunya penghibur lara, pelepas duka, sosok anggun bernama bunda.
Bunda tergelitik ingin tahu, sebab si kecil pulang merungut tak tentu.
“Buah hatiku sayang, mengapa sedih wajah yang engkau tampakkan?”
Gulir bening membasahi pipi, gadis kecil terisak cerita mengawali.
“Bunda… apa itu putih? Apa yang salah pada yang hitam? Kenapa kuning dan coklat begitu berbangga? Mengapa kita berbeda?”
Bunda mengerti apa yang dirasa. Si kecil pasti gundah gulana, tentang warna, tentang diri yang tak pernah dan tak mungkin serupa. Bunda mengelus lembut rambut sang cinta, mengulas senyum sejuta sejuk sejuta makna.
“Anakku manis, anakku sayang. Tiada yang buruk dari tiap-tiap warna. Adanya mereka untuk mencerahkan dunia. Keindahan sejati sesungguhnya ada dalam balutan yang berbeda. Putih adalah muasal segala warna. Hitam pula perpaduan dari semua warna.”
“Kenapa bisa begitu Bunda?”
“Seperti berlian, sayang. Seperti berlian. Kala berlian ditimpa cahaya, berlian tersenyum hadirkan kilau memesona. Dalam warna-warni yang berbeda.”