Lihat ke Halaman Asli

Ando Ajo

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

3M

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14117141331469311697

[caption id="attachment_361843" align="aligncenter" width="596" caption="Budaya bermusyawarah yang mulai terlupakan"][/caption]

3M

(Musyawarah Mencapai Mufakat)

Apa pun yang akan terjadi belakangan, masa bodoh! Yang jelas, gebuk saja dulu, pukul, hantam. Bila perlu, bakar! Bacok!

Kalimat di atas, cukup banyak ditemui dalam keseharian, belakangan ini. Belum lagi kata-kata kasar hujatan. Baik langsung ataupun tidak (lewat komentar-komentar di jejaring sosial dan lain sebagainya).

Sebelumnya, izinkan saya menyusun sepuluh jari, meminta maaf. Sebab – saya yakin – dalam hal tulisan pun, mustilah ada adab-susilanya.
Jikanya ada silap kata, maka maaf kami dahulukan.
Takkan berdencing besi bila tak dipukul, takkan memercik air jika tak ditepuk.
Sebab beradat datang, berbudaya pulang.
Berhadapan muka jalan masuk, lihatkan punggung jalan pulang.

Adalah pepatah tua; Buah jatuh, tidaklah jauh dari batangnya. Sepertinya itu tidaklah cocok, menggambarkan kalimat di awal. Maaf, saya tidak mengatakan pepatah itu ‘salah’. Mungkin, lebih tepatnya; Cucuran atap, jatuhnya kepelimbahan jua.

Melihat kejadian di paragraf awal tentulah itu sesuatu yang buruk, sangat buruk malah. Pelajar-pelajar yang lebih senang tawuran. Warga-warga yang saling baku-hantam. Ini tentulah perangai/sikap yang buruk, sebagaimana halnya dengan pengertian pelimbahan –limbah/kotoran.

Padahal kebanyakan dari ‘perang’ tersebut, pemicunya hanya hal yang sepele. Lantas, bagaimana dengan cucuran? Dalam pepatah tua tersebut, tentulah mengacu pada orang tua. Bila dijabarkan, orang tua di sini bukanlah ‘dipatenkan’ hanya pada makna orang tua kandung. Sebab kita tahu, sikap dan pemikiran generasi muda sangat dipengaruhi (menurut pandangan saya) oleh tiga hal. Yakni; orang tua, lingkungan pendidikan, dan media massa. Orang tua juga bermakna orang yang lebih tua. Entah itu dalam hal usia, bahkan kedudukan atau posisi dalam satu bidang. Sebab dalam beberapa kebudayaan di Indonesia, ada yang muda namun dipandang lebih tua dalam adat.

Kesibukan orang tua dalam hal mencari rezeki, lebih banyak mengabaikan anak. Asalkan anak menurut apa kata ayah-ibu, silakan melakukan apa pun. Bagaimana perkembangan perilaku anak di dalam dan di luar rumah, itu terserah.

Guru-guru yang lebih mempercayakan para murid ‘belajar’ pada buku. ‘Silakan baca wacana ini, kemudian kerjakan soal halaman sekian’, sudah. Setelah itu, ditinggal ke kantin, atau parahnya, shopping ke mal-mal ternama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline