Lihat ke Halaman Asli

Ando Ajo

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Apa Kabar Cerita Rakyat?

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14230571591284416420

Apa Kabar Cerita Rakyat?

Memikirkan satu ide dan menuangkannya ke dalam satu cerita utuh, terutama untuk keperluan sebuah industri perfilman, memang gampang-gampang susah. Setidaknya, inilah yang penulis ketahui dari beberapa orang pelaku perfilman yang pernah penulis temui, dan bertanya banyak hal.

Dari sebuah ide, menjadi tulisan, kemudian disalin lagi menjadi sebuah skenario (Scenario Script) dan memilih-milih para pemeran yang dapat menghidupkan tiap karakter yang telah ditentukan. Tidak gampang memang. Belum lagi hunting lokasi, dan eksekusi filmnya – syuting.

Yup, memang tidak gampang!

Tapi, apakah karena itu, terus mengabaikan keaslian ide cerita itu sendiri?

Jawaban yang lumrah kita dengar; Tentu saja tidak! (yaa, mirip-mirip qoute sebuah iklan komersil obat cacing)

Dan ternyata, bertolakbelakang.

Berapa banyak film-film yang telah dihasilkan sejumlah PH (Production House) baik itu Film layar lebar, Film televisi – FTV, hingga Sinetron, yang meniru ide cerita – bahkan alurnya – dari film-film luar negeri?

Ini, sering penulis jumpai. Mulai dari film-film Mandarin, India yang terkenal dengan Bollywood-nya, hingga Hollywood. Cukup banyak dijumpai di antara film-film yang dihasilkan mereka ditiru oleh insan perfilman dalam negeri.

Sebut saja film “Letter To God” (Rilis, 9 April 2010) yang diangkat dari kisah nyata seorang anak pengidap kanker (Tyler Doherty) yang mendatangkan begitu banyak inspirasi. Beberapa bulan setelah penulis menonton film drama inspiratif ini, ternyata di tanah air ada yang menggarap film yang sama, hanya saja judulnya dalam Bahasa Indonesia, jika di-Inggris-kan, artinya sama saja. Alur ceritanya nyaris sama, pelakon utamanya saja yang berbeda. Jika yang di luar seorang anak laki-laki, dalam negeri diganti anak perempuan. Penulis ingat, pertama kali mengetahui ini saat acara Talk-Show si Tukul.

Atau, “Fly Me To Polaris” (Rilis, 21 Agustus 1999) Hongkong, yang dibintangi oleh Richie Ren. Menceritakan seorang bisu dan buta yang bekerja di sebuah Ruamh Sakit, dijuluki “Kepala Bawang” oleh beberap suster. Akhirnya meninggal, korban tabrak lari. Oleh Pejabat Neraka, ia diberi kesempatan dalam satu minggu balik ke bumi, dalam keadaan normal (bisa bicara dan melihat). Dan di awal 2000-an, penulis menjumpai film serupa di tanah air (FTV) yang dibintangi oleh Atalarik Syah, dan berlokasi di Bali. Dan yang satu ini, nyaris kesemuanya menjiplak “Fly Me To Polaris”.

Dan masih banyak lagi film layar lebar atau pun Ftv yang meniru-niru film luar, dan tentunya tidak semua PH meniru film luar.

Sekarang, penulis mengajak melongok ke sektor persinetronan yang akhir-akhir ini menggandrungi genre fantasi.

Coba lihat lagi, perhatikan, simak.

Apa yang kita temui?

Yup, lagi-lagi mengambil ide cerita dari luar.

Ada satu yang penulis perhatikan yang sedikit ‘unik’. Jika sinetron yang lain hanya mengambil ujud satu tokoh yang sama dengan film luar, sementara alur cerita cukup jauh berbeda. Nah… yang satu ini malah dari awal sampai kemarin malam penulis perhatikan, nyaris sama dengan cerita dalam film “Harry Potter” (jujur saja penulis tidak suka sinetron, hanya saja anak penulis yang baru lima tahun menguasai remote tv, pahamkan maksud penulis? Hehe…)

Ini menjadi satu tanda tanya besar dalam kepala penulis, Kemana Perginya Cerita Rakyat?

Yang penulis maksud; tidak saja cerita seputar pengantar tidur. Seperti halnya; Si Kancil, Timunmas, dan lain-lain, yang sudah akrab bagi masyarakat. Tapi, tentang legenda dan mitos lainnya.

Ambil contoh; Manusia Serigala (Werewolf, Lycantrophus/Lycans)

Kenapa mesti meniru/mengadaptasi cerita luar?

Apa tidak sadar? Tidak tahu jika di negeri ini, kita juga punya cerita/mitos yang sama?

Adalah di Tanah Sunda, mitos tentang manusia serigala. Mereka menyebutnya; Aul, atau Si Aul. Penggambaran sosok si Aul sendiri tidaklah jauh berbeda dari Werewolf/Lycans, hanya saja, sepasang kakinya terbalik. Jadi, jika Si Aul berlari justru akan terlihat seperti mundur.

Dan ternyata, jika kita bergeser ke barat, legenda yang sama juga ada di tanah Sumatera. Di Sumatera Barat sosok yang sama disebut; Si Bigau. Sedangkan di Tanah Melayu (Kepulauan Riau) sosok ini disebut; Buburu.

Atau, tentang Dwarf – jenis Humanoid (yang menyerupai manusia) kerdil. Atau istilah lainnya, kurcaci, goblin, hobbit, dll.

Bukankah di Indonesia banyak legenda serupa? Dari barat sampai ke timur.

Dari Uhang Pandak (Orang Pendek) Kerinci hingga Homo floresiensis di Flores. Malah ada pembuktian keberadaan mereka (lewat tulang belulang atau fosil) yang ditemukan di gua-gua di daerah Liang Bua – Flores.

Atau, tentang penyihir. Di negeri ini juga banyak, bahkan lebih canggih. Sebut saja; santet, teluh, tenung, gayung, pelet, dsb.

Atau tentang roh-roh jahat. Mulai dari; Begu Ganjang (Sumatera Utara) Palasik Kuduang (Sumatera Barat) Jengglot (Tanah Jawa) Leak (Pulau Bali) hingga ke Suanggi yang ganas dari Kepulauan Maluku.

Pendek kata; dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, negeri ini kaya akan cerita. Entah itu pengandar tidur, legenda, hingga mitos-mitos yang menyeramkan.

Kenapa tidak menjadikan ‘mereka’ sebagai ide cerita?

Kenapa begitu bangga seolah mendewakan hal-hal dari luar, hingga tanpa malu-malu mengadopsi cerita mereka?

Memang, mungkin sebagian dari PH negeri ini sudah membeli hak atas ide cerita yang ingin ditiru (baca: dikembangkan) Mungkin.

Tapi… bila melihat lagi hasil yang disuguhkan pada penonton, sepertinya, itu tidak mungkin. Jauh panggang dari api. Masak iya rela membayar mahal demi ide cerita tersebut, tapi ternyata hasilnya mengecewakan. Mustahil toh! Emang siapa yang mau rugi?

Takutnya, jika terus seperti ini, lama-lama orang Indonesia benar-benar menjadi Bangsa Plagiat.

Semoga, cerita negeri sendiri tidak musnah, sebab anak pertiwi lebih suka made in luar.

Salam.

Ando Ajo, Jakarta 4 Februari 2015.

Sumber ilustrasi.

Terima Kasih Admin Kompasiana^^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline