Lihat ke Halaman Asli

Apakah Indonesia Membutuhkan KA Super Cepat?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_459" align="aligncenter" width="500" caption="Shinkansen Seri 700 Hikari milik Rail Star di Stasiun Hakata, Fukuoka"][/caption] Beberapa hari ini, media massa memberitakan mengenai rencana pemerintah membangun infrastruktur KA super cepat sekelas shinkansen milik Jepang. Pertanyaan terbesar bagi saya adalah APAKAH KITA BUTUH? Pertama, kita lihat kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan (ini juga sering digembor2kan pemerintah). Selain itu, masih banyak daerah2 pedalaman yg belum memiliki akses transporatasi memadai, terutama di luar Jawa. Jadi, menurut hemat saya, pembangunan infrastruktur seharusnya dititikberatkan pada pelayaran dan penerbangan perintis. Like or not, pemimpin Indonesia terdahulu (Soeharto dan Habibie) lebih bisa menerawang jauh dan membuat perencanaan, i.e. IPTN (PT.DI) dan PT. PAL. Selain itu, pembangunan infrastruktur berbiaya besar hanya melulu di pulau Jawa akan menyebabkan kecemburuan rakyat luar Jawa dan berlawanan dgn semangat desentralisasi. Kedua, KA cepat Shinkansen di Jepang ternyata kurang diminati konsumen. Ada dua (2) alasan utama. Waktu tempuh yg relatif lebih lama dibandingkan pesawat terbang. Sebagai perbangdingan, Fukuoka-Tokyo yg berjarak kira2 1069 km memakan waktu sekitar 5 jam menggunakan salah satu Shikansen tercepat Nozomi Seri N700. Bila menggunakan pesawat udara, hanya dibutuhkan waktu sekitar 1.5 jam. Alasan kedua adalah harga. Harga tiket Shinkansen N700 untuk rute di atas kira2 22.000 yen (2,464 jt rupiah, @112 rupiah/yen) sekali jalan. Harga tiket pesawat penerbangan murah Skymark berkisar 6.000~17.000 yen (0.672~1.904 jt rupiah). Ketiga, biaya mahal yg harus dikeluarkan untuk membangun infrastruktur rel menurut saya tidak sebanding dengan kebutuhan. Pengalaman memakai bus malam BDG-SBY dan sebaliknya menyiratkan bahwa infrastruktur jalan Pantura masih banyak kekurangan. Lebih2 bila melihat kondisi jalan utama di luar Jawa, semisal: trans sumatra, trans kalimantan, trans sulawesi, dst). Lebih baik alokasi biayanya dipakai u/ mempercepat perbaikan jalur pantura dan program double track KA jalur utara/selatan. Keempat, Jepang memiliki kepentingan u/ menjual teknologi KA super cepat ini karena di Jepang sendiri sudah mentok/stuck. Intinya, dia membutuhkan pasar u/ teknologi/barangnya. Cina yg seharusnya dapat menjadi pasar telah mengembangkan KA super cepatnya sendiri. Negara2 lain terlihat kurang berminat dan kurang berprospek u/ KA cepat ini. Jadi jgn kaget bila Jepang sangat getol dan bersemangat mengenai program KA ini karena mereka sangat berkepentingan u/ diri mereka sendiri. Jadi, pemerintah harus berhati2 dan berpikir ulang untuk melaksanakan program KA super cepat ini. Saya pribadi menolak program ini karena alasan2 di atas u/ saat ini. Mungkin feasible 30 thn lagi. Saat ini, lebih baik anggarannya digunakan u/ pembangunan infrastruktur yg lebih mendesak dan lebih memiliki prioritas lebih tinggi. [caption id="attachment_461" align="aligncenter" width="500" caption="Shinkansen Seri 800 Tsubame di Stasiun Hakata, Fukuoka"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline