Diskursus Kejahatan dalam Pemikiran Teodisi: Apa Itu Kejahatan?
Dalam wacana teologi dan filsafat, teodisi adalah upaya untuk membenarkan keadilan Tuhan di tengah-tengah adanya kejahatan dan penderitaan di dunia. Istilah teodisi pertama kali diperkenalkan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz pada abad ke-18 dalam karyanya yang berjudul Essays on Theodicy.
Teodisi mencoba menjawab pertanyaan mendasar: Jika Tuhan itu Maha Kuasa dan Maha Baik, mengapa kejahatan tetap ada di dunia ini? Pertanyaan ini menjadi pusat diskusi dalam banyak tradisi agama, khususnya agama-agama monoteis seperti Islam, Kristen, dan Yahudi.
Diskusi tentang teodisi melibatkan berbagai pemikiran dan pendekatan dari para filsuf dan teolog yang mencoba menjelaskan bagaimana kejahatan bisa eksis di dunia yang diyakini diciptakan oleh Tuhan yang Maha Pengasih. Dalam tulisan ini, kita akan membahas apa itu kejahatan menurut beberapa pandangan dalam teodisi, termasuk pandangan Leibniz, David Hume, dan Irenaeus.
Apa Itu Kejahatan?
Secara umum, kejahatan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bertentangan dengan kebaikan, merugikan makhluk hidup, dan menimbulkan penderitaan. Dalam konteks teologi, kejahatan sering dibagi menjadi dua kategori:
Kejahatan Moral (Malum Morale): Kejahatan yang dilakukan oleh manusia melalui tindakan yang disengaja, seperti pembunuhan, pencurian, dan penipuan. Kejahatan moral adalah hasil dari pilihan bebas manusia untuk melakukan perbuatan jahat yang melanggar hukum moral dan agama.
Kejahatan Alamiah (Malum Physicum): Kejahatan yang terjadi akibat fenomena alam, seperti bencana alam (gempa bumi, tsunami), penyakit, dan kematian. Kejahatan jenis ini tidak melibatkan tindakan manusia secara langsung, tetapi tetap menimbulkan penderitaan.
Dalam diskusi teodisi, kehadiran kejahatan jenis apa pun menimbulkan dilema. Bagaimana mungkin Tuhan yang Maha Baik mengizinkan penderitaan yang begitu hebat terjadi? Ini adalah pertanyaan yang memicu beragam jawaban dari para pemikir teologi sepanjang sejarah.