Lihat ke Halaman Asli

Andi Wi

TERVERIFIKASI

Hai, salam!

Cerpen | Kasur

Diperbarui: 22 Mei 2018   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Akun Pinterest Sunkyeong Go

Saya punya uang. Tapi saya bingung mau buat apa. Akhirnya saya putuskan buat beli kasur. Saya sudah muak tidur di lantai beralaskan tikar dan daun jati. Macam di tengah hutan saja. Maka ketika tiba-tiba teringat tentang benda empuk itu saya berpikir saya harus membelinya.

Dahulu, pertama kali merantau di Cikarang, saya memang cuma dan terbiasa tidur di lantai. Tiga tahun kemudian meski saya punya uang, saya tak pernah memikirkan kata kasur dalam kamus verbal saya. Kasur menurut saya tidak penting-penting amat. Jika kau lelah, kau tinggal tidur. Dan kebisaan itu berlangsung hingga kini.

Tapi entah kenapa kasur akhir-akhir ini masuk dalam daftar kebutuhan primer saya. Lalu tepat sebelum kumandang adzan dhuhur didengungkan saya pergi ke pasar. Seorang diri. Saya suka melakukan semua hal sendiri.

Saya memarkir kendaraan lalu mendatangi toko kasur seorang diri. Melangkah dengan gaya yang, seolah-olah ini adalah hari terbaik saya untuk memulai.

Saya mulai masuk toko pertama yang terletak di pojok dan bertanya pada pelayannya, "Apa di sini ada jual kasur?"

Pelayan itu mengernyitkan kening. Nampak keriput di matanya, keningnya dan pipinya. Lalu dari olah vokal dan napas yang bagus ia berteriak, "Kalau kau datang ke Pom Bensin dan bilang apakah di sini ada bensin, menurutmu apa jawaban mereka?"

"Baiklah," jawab saya. "Jangan terlalu serius."

Pelayan itu diam saja seolah sedang merancang niat buruk. Mungkin dikepalanya sedang merencanakan memakan saya. Tapi karena dia puasa, dia ingin menundanya sampai magrib. Saya harus cepat kabur. Sebelum magrib.

Saya datangi toko kedua. Toko kedua, pelayannya jauh lebih ramah ketimbang yang pertama. Sayangnya dia berkata terlalu muluk dan menggebu-gebu seperti mahasiswa yang sedang berorasi yang ingin setiap kata-katanya didengar dan dipertimbangkan.

Saya pindah ke toko ketiga. Toko itu kecil dan tidak ada kipas angin yang bisa mendinginkan suhu ruangan yang biasa kita lihat di semua toko termasuk toko kipas angin itu sendiri. Pelayannya seorang lelaki. "Kasur apa yang Mas cari?"

"Saya mencari kasur yang empuk dan mudah dipindahkan kalau saya mau."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline