Dari Cigarettes After Sex saya belajar banyak bahwa tak ada orang yang bakal menyakiti kita selama kita sendiri tak merelakannya. Tak ada yang sanggup membikin kita marah selama kita juga tak menginginkannya. Kau dan aku, tentu saja.
Malam ini ketika seseorang saya tanya kabar, dia malah balik bertanya: "Apa kabar?" kepada saya.
Lantas dia bertanya lagi: belum tidur? Saya jawab belum. Kau sendiri? Dia menimpali enteng: sudah. Tapi terbangun.
"Kenapa?"
"Entahlah. Tapi rasanya aku pengen jalan-jalan keluar rumah sebentar."
Setelah itu chat kami terputus. Saya tahu maksudnya. Kata "aku" dalam kalimat terbatas itu bermaksud menerangkan "dia ingin sendiri". Tolong luangkan waktumu tidak mengangguku untuk saat ini.
Saya bersedia. Dia sedang berduka dan saya tak boleh menganggunya.
Saya kenal orang-orang seperti dia. Kita adalah dia. Dalam sajak Sapardi Djoko Darmono tercermin betul orang-orang seperti kita.
Pada suatu pagi hari
Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil
Berjalan tunduk sepanjang lorong
Ia ingin pagi itu hujan turun
Rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil
Menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Kalau tidak salah, dalam sebuah catatan harian "Selintingan" saya pernah menulis tentang seseorang yang lelah dengan gerakan yang diciptakannya sendiri. Tapi beruntung seseorang itu sadar apa yang dilakukannya sehingga itulah yang membuat hatinya tentram. Apa pun yang terjadi dengan Sisipus --yang mengangkat batu ke atas gunung dan setelah mencapai puncak batu itu kembali turun, menggelinding, dan ia mengangkatnya lagi dan batu itu merosot kembali dan seterusnya-- sebaiknya tak perlu dipikirkan.