Tak ada yang sanggup menyakitimu. Tak juga aku, orang lain, sirip lancip ikan patin, atau teh hangat yang dibuat terlalu manis atau pahit, atau daun lembut yang dihimpun setiap pagi di halaman belakang rumah tua yang lama kesepian.
Tak ada yang sanggup menyakitimu karena kamu selalu melakukan hal yang luar biasa. Kegiatan yang senantiasa sanggup membuatmu bahagia. Melakukannya tanpa rasa takut salah-benar, hari esok akan meninggalkanmu, seperti cara orang-orang berkemas pergi ke puncak dengan kamera di bahunya. Membuat api unggun dan bercerita, dan namum segera lupa dengan foto-foto yang baru saja diambilnya.
Tak ada yang sanggup menyakitimu dengan cara apa pun. Nyanyian yang tak sengaja mampir ke telingamu, yang disenandungkan oleh tetangga sekitar rumahmu. Mereka menginginkan hidup yang sempurna, kamu tak sakit hati karena kamu tak pernah menginginkan hal semacam itu.
Tak ada yang sanggup menyakitimu, tak juga keberadaan kita, lelucon buruk yang gemar mengulang-ngulang kesalahannya sendiri, tak sanggup menghentikan dirinya sendiri. Hal terbaik yang bisa dilakukan dihidup ini ialah terlibat durasi. Tahu kapan berhenti menunggu, bukan salah satunya. Sebab dengan alasan yang sama, membuat diri kita bahagia ialah hal yang jauh lebih penting. Demikian dengan cita-cita menjadi seorang yang terakhir bahagia.
Tak ada yang sanggup menyakitimu. Karena kau tak pernah berniat menyusul kebahagiaan siapa pun. Menunggu adalah perkara sederhana, namun bagi mereka yang berpikir rumit, ini bukan ide bagus. Biarkan mereka mengoceh dengan kisah-kisahnya. Mereka tak pernah tahu cara menabung waktu, sampai kemudian membongkarnya dihari jadi yang bakal buat siapa saja kagum, berkata, "Kau hebat. Kaulah orangnya."
Tak ada yang sanggup menyakitimu, tak juga aku, perkakas yang seringnya keliru memisahkan antara alam mimpi dan alam sadarmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H