Lihat ke Halaman Asli

Andi Wi

TERVERIFIKASI

Hai, salam!

Puisi | Memasak Mi Instan, Mengenang Jalan Kelindan

Diperbarui: 17 Agustus 2016   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: pixabay.com

--untuk Editor Kesayangan Kita
: Ratih Raca 

1
Setiap hari ada saja yang berlalu. Tidak mendesak,  
tidak buru-buru.
Mereka berniat melewatimu  
dengan damai meskipun hal itu cukup membuatmu khawatir. 

2
Kita telah sampai di sini. 

Kau telah lahir dan tumbuh  
dan setiap pagi
tanpa alasan yang kaupahami
merasa
malah semakin kuat saja. 

3
Aku adalah waktumu
Ketakutan 5 detik lalu  
yang telah berlalu,  
alasan kau tak sudi melihatku
setiap kali menyesali  
perasaan terkutuk itu. 

4
Dunia diduga pendendam
hari dimana dilakukan
dibalas dimasa depan. 

5
Penggila yang semalam
kalah taruhan, tertidur selonjoran di bangku taman
sementara di kepalanya  
menyusun rencana, nanti siang
kita makan mi instan saja. 

6
Demikian kita katakan padanya
bahwa
sudah tak memiliki apa-apa. Dunia akan marah
meminta kita
menuntut
mematuhi permainannya.
Bertaruh apa saja.
Di meja, jiwa dan raga kita
sebagai bahan taruhan.

Kita akan menerima diri kita sebagai kekalahan.
Meski hal itu, kautahu,
bukanlah suatu
kegagalan yang penting.

7
Hari ini kita akan masak mi instan
Itu akan membuatmu cukup  bergairah
sesuatu yang nyatanya menyedihkan
Betapa kesyahidan itu
mengukuhi guyonan,
yang hanya bisa ditandingi
dengan kuah kare ayam imitasi.

Lihat! Lanskap jendela dapurmu
yang menampilkan
jalan tapak memanjang.
Aku menepuk pundakmu dan
berkata,
"Yep! Kita akan ke sana!"
Bergegaslah.
Kau menoleh menatapku.
Kujawab, "Kenapa kau
memandangku seperti itu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline