Malam ini aku tidak memiliki kegiatan khusus, Lis.... Itu merepotkan. Semua orang memilki kegiatan, yang entah mereka merasa perlu melakukannya atau (menurutku pribadi) setidaknya mereka tak perlu melakukanya sama sekali. Tapi, toh, itu urusannya bukan urusanku. Lagipula, orang-orang berhak melakukan apa saja.
Dan tentu, aku tetap diijinkan berhak memandang ikan di dalam akuarium kesayanganku. Eh, kalau dipikir-pikir, betapa menyedihkannya, ya, menjadi seekor ikan? Mereka tak bisa menulis puisi. Bagaimana perasaanya jika mereka sedih? Ah, barangkali, memang mereka tak dikonstruksi untuk bersedih. Dan yang jelas, itu juga bukan urusanku.
Aku sempat berpikir sambil membuang waktu dengan memandang ikan yang berenang malas-malasan di akuarium: kalau di luar sana, sesuatu yang besar tengah terjadi saat ini. Barangkali, mereka yang mulanya merasa perlu melakukan sesuatu—yang pada mulanya kita pikir adalah melakukan hal yang sia-sia—kini telah berbuah hasil. Ya, barangkali di suatu tempat mereka telah menemukan alat canggih, semacam pendeteksi emosi seekor ikan. Atau penemuan baru yang lebih menajubkan dari itu; bahwa ikan sesungguhnya sudah sejak lama sekali menulis puisi, yang kini ia simpan dan rahasiakan di balik sisik-sisiknya.
Tidak, Lis. Aku tidak berminat mengeceknya! Tantu saja tidak ada.
Aku lebih suka memandangnya. Ia ikan yang cantik sepertimu, meskipun kamu tahu, aku tidak betul-betul sepenuhnya mengerti jenis ikan dan cara membedakan antara jantan atau betina. Tempat tinggal ikanku berbentuk bulat, nyaris seperti kepala. Kepalaku. Dan kamu ada di dalam sebagai ikan. Oh, tenang ikan di dalam akuarium hanya satu. Hanya kamu di kepalaku. Kepadanya, tak ada kerjaan khusus untuknya kecuali berputar-putar mengelilingi akuarium. Nyaris sepertimu. Barangkali juga, ia yang mengajariku menulis puisi. Entah kenapa, seharusnya kalimat terakhir tidak ada, tapi aku merasa perlu menulis itu.
Kata Multatuli: Tugas manusia adalah menjadi manusia. Bukan malah menjadi ikan, Lis.... Jadi sebaiknya, kamu katakan: kemana kamu pergi? Atau sebaiknya, kemana aku harus mencari? Aku kesepian. Aku memikirkanmu setiap saat. Aku terus berusaha mengecoh kesepian, yang salah satunya dengan cara membeli ikan. Sebab kupikir, ikan dapat menggantikan yang hilang. Ternyata tidak!
Mungkin itu terdengar berlebihan. Karena kata orang-orang, di dunia ini tak ada yang benar-benar hilang. Sesuatu yang tidak berada di tempat semula, hanya berpindah tempat. Itulah sebabnya aku tetap di sini, berharap jika suatu waktu kamu datang mencariku; inilah aku masih di tempat dulu. Aku tidak pergi. Aku di sini. Aku tak ingin kau merasa kerepotan ketika mencariku. Sekalipun aku telah berusaha habis-habisan mencarimu....
Aku akan tinggal. Pulanglah.... Aku janji, aku tidak akan brengsek lagi.
__
Samarinda, 17 Feb 2016. | ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H