Lihat ke Halaman Asli

Andi Wi

TERVERIFIKASI

Hai, salam!

Pohon Casuarina dan Meja Wawancara

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1425282012219607165

[caption id="attachment_371166" align="aligncenter" width="614" caption="www.azamku.com"][/caption]

-
Entah kenapa, malam ini
ingin sekali kubuatkan puisi untukmu, Karolina

Puisi yang paling tidak seperti,
para penyair puisikan
kebanyakan
; senja yang ranum lambang kesedihan
hujan yang selalu bercerita perihal kenangan.
Atau puisi ada, karena ketiadaan.

Sabtu ini, Karolina
tiga pekan sudah, Ayah di kota
di mana mimpi dan harapan
digantung seperti jemuran

Kemarin,
Jum'at pagi, sebelum timur melepaskan-kurungan matahari.
Ayah sudah dapatkan antrian.
Urutan, tujuh puluh delapan
Antrian yang panjang, bukan?
tak mau buang waktu saat menunggu --percuma melamuni kegagalan
berulang-ulang di tolak perusahaan
Ayah buat puisi ini
meski, baru setengah jadi.

Orang tujuh puluh enam keluar,
melata seperti ular.
Gagal.
Alasannya, katanya, ia hanya lulusan SMA.

Dua puluh menit berlalu,
urutan tujuh puluh tujuh.
Ia keluar dengan mimik muka biasa saja
mungkin, Ia diterima
atau
mungkin, biasa tahu rasanya
ditolak, tanpa alasan.
Entahlah...

Gantian Ayah yang masuk
melangkah penuh degup

Di dalam ruang wawancara
ada seorang perempuan cantik berkulit putih angsa
rambutnya menjontai melambai-lambai,
memanggil namamu,

"Karolina," kata perempuan itu.

Lalu, perempuan itu,
menyuruh Ayah menggambar pohon yang bisa-bicara
Ayah jadi ingat
pahatan nama Ibumu,
yang kamu buat, dengan pisau lipat,
"besok kalau Ibu pulang, pohon ini yang akan bicara pada Ibu. Betapa menyakitnya sekat-sekat yang aku pahat padanya, karena menunggu lama," katamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline