Lihat ke Halaman Asli

andisyalaesah

Mahasiswi D4 Perbankan dan Keuangan Universitas Airlangga Surabaya

Mengapa Aremania dan Bonek tidak bisa bersatu

Diperbarui: 29 Desember 2024   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gemapos.ID

Rivalitas dalam dunia sepak bola sering kali menjadi hal yang menarik perhatian.
Salah satu perseteruan paling menonjol di indonesia adalah antara Aremania, pendukung Arema FC dari Malang, dan Bonek, pendukung Persebaya Surabaya. Persaingan ini bukan hanya tentang hasil pertandingan, tetapi juga melibatkan sejarah, identitas, dan emosi yang telah tertanam selama bertahun-tahun. Namun, mengapa dua kelompok suporter ini sulit untuk bersatu?

1. Sejarah Rivalitas Panjang

Perseteruan antara Arema dan Persebaya telah dimulai sejak era liga Indonesia pertama kali digelar pada 1990-an. Rivalitas ini diperkuat oleh bentrokan-bentrokan di lapangan dan sering kali berlanjut ke luar stadion. Kompetisi yang sengit di Jawa Timur menciptakan atmoster panas, di mana setiap pertemuan antara kedua tim menjadi ajang pembuktian kekuatan dan supremasi.

2. Insiden Kekerasan dan Dendam Lama

Sayangnya, rivalitas ini kerap diwarnai dengan insiden kekerasan. Bentrokan antar-suporter di masa lalu meninggalkan luka mendalam dan menciptakan dendam yang sulit dilupakan. Beberapa insiden besar, seperti perusakan fasilitas umum atau bahkan korban jiwa, memperburuk hubungan antara kedua  kelompok. Akibatnya, sikap saling curiga terus bertahan.

3. Media Sosial Memperburuk Situasi 

Di era digital, rivalitas ini semakin diperuncing dengan perang komentar di media sosial. Provokasi, ejekan, dan bahkan berita palsu sering kali menjadi bahan bakar yang memperpanjang konflik Alih-alih mendamaikan, media sosial justru memperkuat jarak antara Aremania dan Bonek.

Harapan untuk Masa Depan Meski terlihat sulit, bukan berarti persatuan antara Aremania dan Bonek mustahil tercapai. Beberapa contoh di negara lain menunjukkan bahwa rivalitas sepak bola bisa dikelola menjadi sesuatu yang positif. Dialog, kerja sama dalam kegiatan sosial, dan peran aktif dari pihak-pihak terkait seperti klub dan pemerintah dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan hubungan yang lebih baik. Pada akhirnya, sepak bola seharusya menjadi alat pemersatu, bukan pemecah. Meskipun persaingan tetap ada, semangat sportivitas dan saling menghormati perlu dijunjung tinggi. Mungkin saja suatu hari nanti, Aremania dan Bonek bisa berdamai dan membuktikan bahwa rivalitas tidak harus berakhir dengan permusuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline