Lihat ke Halaman Asli

Di Kompasiana Aku Korupsi

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di Kompasiana Aku Korupsi

Kompasiana telah memberiruang bagi warga biasa untuk menyimak, berkomentar, dan menulis apa saja walaupun sering kali melenceng dari disiplin ilmu yang ditekuninya. Saya mungkin salah satu korban daya tarik Kompasiana. Di Kompasiana, saya malah tertarik melayari lapak-lapak politik dan humaniora dibanding disiplin ilmu yang saya tekuni.

Ada keinginan menulis issue yang lagi booming, katakanlah tentang politik dan korupsi. Keinginan yang selalu kandas.Ah, itu bukan bidang saya dan bagiku cukup jadi pembaca. Aku tak ingin terlibat korupsi. Korupsi ilmu maksudnya. Tapi, daya bius tulisan-tulisan hebat dari para kompasianer berefek juga pada saya. Mula-mula hanya ikut komen, biar terlihat paham. Padahal mungkin lagi puyeng tujuh keliling.

Dan, terakhir saya membaca tulisan Sdr. Fidel Hardjo (Betawi Young) di bawah judul : Korupsi itu “Indah”. Tulisan bagus. Saya pun tergoda, ikut komen. huu huii.

Demikian boleh di baca :

Ulasan yang menarik. tapi saya yang awam pada persoalan hukum dan administrasi pemerintahan malah terheran-heran.Sejauh manakah peranan sistem pengawasan penggunaan keuangan negara. Bukankah mulai dari departemen keuangan hingga instansi pengelola/pengguna dana, dimana masing-masing padanya terdapat instrument sistem pengawasan berikut audit yang mengikutinya ? Apakah uang yang kemudian digelontorkan ke penyelenggara proyek misalnya tidak diikuti sistem pengawasan ? Contoh pada dugaan kasus hambalang, dengan menggunakan logika orang awam :

Pertanyaan pertama, sejauh mana departemen keuangan membuat penilaian terhadap kelayakan proposal hambalang ? Dana yang menurut sebagian orang dinilai ‘obes’ untuk proyek ini, toh atas persetujuan kemenkeu, bukan ? Maaf bila salah.

Pertanyaan kedua, sejauh mana dan dengan cara bagaimana kementrian pemuda dan olahraga mengeluarkan dana untuk proyek yang dimaksud berdasarkan kewenangannya yang tentu atas sepengetahuan pihak kementrian keuangan. Bukankah seharusnya dana dikeluarkan berdasarkan penilaian kelayakan dan pada perkembangan proyek bila itu sudah berjalan ?

Pertanyaan ketiga, dalam posisi apa M. Nazaruddin dan dari sumber mana (bila ini benar) yang bersangkutan bagi-bagi 'ang pao' pada pihak yang tidak berkepentingan dengan proyek ? Adakah itu adalah dana yang bersumber dari kas proyek hambalang yang tentu posisi dana itu dikendalikan oleh pihak yang berkewenangan di kemenpora ? Bukankah seharusnya dana itu dikeluarkan bertahap berdasarkan laporan perkembangan proyek yang tentu diikuti sistem pengawasan atas keabsahannnya ?

Pertanyaan keempat, dengan demikian dugaan gratifikasi oleh M. Nazaruddin ke pihak-pihak yang terduga adakah hanya tanggungjawab M. Nazaruddin dan lain-lainnya ? Lalu, dimana letak pertanggungjawaban penyelenggara atau instrumentpengawasan dari hulu sampai hilir; dari kemenkeu - kemenpora - hingga pelaksana proyek ? Pertanyaan ini hanya layak diajukan bila uang yang diduga dibag-bagi oleh M. Nazaruddin adalah dana yang bersumber dari kas proyek hambalang. Ini tentu bukan pembelaan kepada siapa-siapa. Biarlah itu menjadi pekerjaan KPK.

Dan, komentar ini hanya bentuk apresiasi terhadap tulisan Mas Fidel di atas, bahwa persoalan korupsi agaknya menjadi cerita bersambung yang tidak akan ada habisnya. Indahnya korupsi akan menjadi peluang bagi banyak orang sepanjang tata kelola pemerintahan akan seperti ini gambarannya. Bingung.

Logika orang awam sering kali bengkok, iya monggo diluruskan …

Andi Surya Amal, 14.01.2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline