Kecamatan Jatinangor adalah kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, yang setidaknya menaungi 4 kampus besar di Indonesia, yaitu Universitas Padjadjaran, Institut Teknologi Bandung, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dan Institut Manajemen Koperasi Indonesia. Dengan adanya banyak kampus yang terletak di daerah ini, tentu terdapat banyak pendatang dari luar kota untuk mengemban studinya. Dengan begitu terdapat banyak kegiatan dan mobilisasi yang terjadi di daerah ini.
Banyaknya pendatang dengan tingkat kegiatan dan mobilisasi di daerah Jatinangor yang tinggi tidak dibarengi dengan adanya fasilitas dan infrastruktur jalan yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya trotoar, tidak adanya jembatan penyeberangan, jalanan berlubang, dan banyaknya kendaraan dengan muatan tinggi yang berlalu-lalang di daerah ini. Kurangnya fasilitas dan infrastruktur jalanan membuat masyarakat asli dan pendatang yang ada di daerah Jatinangor tidak nyaman dalam melakukan mobilisasinya. Hal ini tentu menjadi keluhan yang seharusnya tidak diabaikan oleh pemerintahan.
Jalanan berlubang dan bergelombang menjadi keluhan utama bagi masyarakat yang menggunakan kendaraannya untuk melakukan mobilisasi. Bagaimana tidak? Bahkan di jalanan utama daerah Jatinangor terdapat jalanan yang berlubang dan bergelombang-- yang tidak jarang menyebabkan rusaknya kendaraan bahkan kecelakaan. Selain jalanan utama yang rusak, jalanan-jalanan alternatifnya pun seperti tidak mau kalah buruk, di beberapa ruas jalan alternatif, kerusakannya terkadang ada di sepanjang jalan. Kerusakan jalan ini telah terjadi menahun dan tidak ada perubahan hingga sekarang.
Selain tidak ramah bagi pengendara, Jatinangor juga tidak ramah bagi pejalan kaki. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya trotoar dan jembatan penyeberangan. Tidak adanya trotoar memaksa masyarakat di daerah Jatinangor untuk berjalan tepat di pinggir jalan berbatu, atau bahkan di ruas jalan itu sendiri.
Dengan begitu, selainmembuat pejalan kaki tidak nyaman, hal ini meningkatkan resiko kecelakaan bagipejalan kaki. Tidak ada jembatan penyeberangan di daerah Jatinangor juga merupakanhal yang konyol, sebab bagaimana mungkin daerah dengan tingkat penduduk dan mobilitas yang tinggi, harus menyeberang di sebuah jalan nasional tanpa jembatan penyeberangan. Infrastruktur bagi pejalan kaki di daerah Jatinangor tentu membuat pejalan kaki Jatinangor seperti berjalan di neraka dengan arti sebenarnya.
Jalanan dengan muatan tinggi juga sangat mudah ditemukan di daerah Jatinangor. Selama masyarakat Jatinangor dapat membuka matanya, kendaraan bermuatan tinggi pasti dapat terlihat. Kendaraan dengan muatan tinggi tentu menjadi sebuah gangguan bagi masyarakat Jatinangor.
Bagaimana tidak, kendaraan dengan muatan tinggi ini pasti menghabiskan ruas jalan Jatinangor yang sempit. Selain itu, polusi motor yang dihasilkan oleh kendaraan bermuatan tinggi ini menganggu masyarakat, apalagi masyarakat yang berjalan kaki dan menggunakan motor. Masyarakat Jatinangor yang seharusnya berkendara untuk belajar di kampusnya, keburu badmood karena mukanya pasti kusam sesaat dia sampai di kampus.
Keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dan pengendara Jatinangor tentu harus menjadi prioritas bagi pemerintah setempat. Selain membangun lebih banyak trotoar dan jembatan penyeberangan, salah satu solusi yang bisa diaplikasikan memberi jalan baru bagi kendaraan bermuatan tinggi yang tidak melewati Jatinangor.
Dengan begitu ruas jalan Jatinangor yang sempit tidak terganggu dan dapat membuat jalanan daerah Jatinangor menjadi tidak mudah rusak karena kelebihan beban. Dengan begitu, pengendaran dan pejalan kaki Jatinangor menjadi lebih nyaman dan aman dalam melakukan mobilisasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H