Lihat ke Halaman Asli

Andi Setyo Pambudi

Pemerhati sumberdaya air, lingkungan, kehutanan dan pembangunan daerah

Tentang Aturan 1 Tebang 10 Tanam di Desa Selat

Diperbarui: 25 April 2021   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerbang memasuki Kawasan Hutan Raya Desa Selat. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi

Bagi seorang forester, hutan adalah penyangga kehidupan yang paling esensial, sumber kehidupan, sumber plasma nutfah, dan tempat berlindung dari ancaman kehidupan. 

Bagi seorang ekonom, hutan adalah sumber pendapatan/uang yang bernilai besar. Bagi petani, hutan adalah kawasan pengatur tata air bagi irigasi mereka. Dan bagi penggiat lingkungan, hutan adalah pengendali bencana, pengatur iklim mikro, tempat penyimpanan karbon, dan untuk mengurangi polusi udara. Hutan mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat holistik dan jangka panjang. 

Oleh sebab itu, keberadaan hutan selalu berhubungan dengan isu-isu terkini seperti perubahan iklim dan pemanasan global, ketahanan pangan, air dan energi, pertumbuhan penduduk dan kemiskinan, serta daya dukung bagi pertumbuhan berkelanjutan.

Bagi bangsa ini, keberadaan hutan sangat vital. Pada saat ini terdapat sekitar 19.410 desa yang berada di sekitar hutan dengan sekitar 48,8 juta orang yang hidup bergantung dan berkaitan dengan hutan. Sebuah angka yang sangat besar.

Diskusi dengan pengelola dan stakeholders kunci Hutan Raya Selat. Wisata alam mulai berkembang sejalan dengan berkurangnya kawasan ekosistem alami di dunia yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran manusia terhadap lingkungan. Pengelolaan Hutan Raya Selat telah mengadopsi prinsip itu. Aturan adat tebang 1 tanam 10 juga sangat efektif berlaku disini. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi

Hutan dan desa adalah sebuah fakta dimana simbiosis diantara keduanya mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Hutan desa merupakan kawasan hutan negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola oleh masyarakat desa tertentu. 

Dalam konsep ini masyarakat desalah sebagai aktor utama pengelola, meskipun nantinya berbentuk kelompok tani, badan hukum perkumpulan, koperasi, dan lain sebagainya.

Pos pemantauan untuk melihat keindahan Hutan Raya Desa Selat Pada desa ini dipastikan tidak akan menebang pohon, sehingga tidak melanggar perjanjian dan tetap memakai konsep pengembangan wisata yang natural di kawasan hutan lindung. . Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi

Salah satu skema perhutanan sosial yang diminati di Provinsi Bali adalah skema hutan desa. Hal ini ada kaitannya dengan kondisi kultur masyarakat Bali itu sendiri secara umum. 

Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.

Kala itu, saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu hutan desa di Bali, khususnya di Buleleng. Tempat itu adalah Desa Selat. Banyak pembelajaran tentang alam dan kehidupan dapat  saya gali disini.

Papan Informasi tentang Penataan Hutan Desa Selat menjadi Kawasan Wisata Hutan Raya di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Sumber: Dok. Pribadi Andi Setyo Pambudi

Hutan Desa Selat telah dikelola oleh masyarakat desa sejak tahun 2003 dengan melakukan kegiatan rehabilitasi secara swadaya. Saat itu kondisi kawasan hutan rusak sejak tahun 1998 yang menyebabkan sumber air hilang. 

Setelah itu, pada tahun 2005 dilakukan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang mengandalkan Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan persentase keberhasilan sebesar 60%. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline