Bahagia itu ketika mendapat rejeki, bahagia itu ketika lulus sekolah, bahagia itu ketika bersama keluarga, dan seterusnya. Begitu banyak orang mendefinisikan bahagia dengan caranya sendiri.
Bahagia menurut versi orang itu beda-beda. Tapi sebenarnya hakikat hidup bahagia itu seperti apa? Serta bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan itu?
Kebahagiaan adalah salah satu tujuan yang paling dicari dalam hidup, tetapi bagi banyak orang tampaknya sulit dipahami. "Kebahagiaan adalah arti dan tujuan hidup, seluruh tujuan dan akhir eksistensi manusia". Aristoteles mengatakan hal itu lebih dari 2.000 tahun yang lalu, dan masih relevan sampai hari ini.
Gelisah, khawatir dan cemas di tengah wabah Covid-19 memang manusiawi dan sulit dihindari. Namun kita harus memastikan untuk tidak gelisah, khawatir dan cemas berlebihan, karena justru membuat tubuh sakit.
Terkait kepanikan dan keresahan kita menghadapi virus corona Covid-19 yang mengganas dari hari ke hari, apakah kita tidak bisa menghadapinya dengan bahagia?
Bahagia dalam ancaman Covid-19 adalah bentuk kompromi dengan diri sendiri. Agar tidak tertular, masyarakat disarankan jaga jarak dan berdiam diri di rumah, tapi bukan berarti tidak dapat melakukan apa-apa.
Menjaga daya tahan tubuh secara fisik itu penting, menjaga kesehatan mental saat isolasi pun tak kalah penting. Terkadang pembatasan sosial dapat membuat bosan dan frustasi.
Kita bisa merasakan dampak pada perasaan seperti murung, kurang bersemangat, cemas, atau kurang tidur dan rindu keluar rumah bertemu orang lain. Oleh karena itu kita harus dapat berkompromi dengan diri sendiri, dapat menikmati setiap momen dalam ketidakpastian ini dengan lebih berkualitas.
Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk tetap bahagia ditengah ancaman Covid-19 diantaranya:
Berpikir positif dan berbaik sangka
Untuk mendapatkan energi positif, salah satu caranya adalah dengan "merasa" bahagia. Merasa bahagia adalah salah satu kunci kompromi dengan diri sendiri. Bahagia kita yang mengukurnya, bukan dari orang lain.