Ketika Norma Presidential Threshold Dihapus, Rakyat Biasa Bisa Apa?
Baru-baru ini Mahkamah konstitusi menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential Threshold. Hal ini menandakan bahwa semua partai politik meski tidak memiliki suara sah 20 % di DPR pusat dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden untuk pemilu di tahun-tahun mendatang.
Atas keputusan mahkamah konstitusi tersebut tentu memiliki untung rugi bagi kelompok tertentu termasuk partai politik. Bagi partai politik yang masih berjuang mencari suara rakyat alias suara rakyat dalam pemilihan nanti tentu diuntungkan bila mana tidak mencapai ambang batas suara dimilikinya. Partai tidak perlu lagi berkerja keras mengecar suara terbanyak jika hanya untuk mengusung capres dan cawapres tertentu. Tentunya akan ada banyak calon - calon elitis yang diusung oleh parpol yang tidak mesti harus beli kursi, harus lobi ke partai besar.
Akan banyak kandidat capres dan cawapres bertarung nantinya yang tidak monoton hanya dari kalangan partai besar alias partai raksasa. Dengan adanya keputusan tersebut pula akan terjadi adu figur kandidat sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas. Partai-partai memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan tanpa tekanan dari partai lainnya. Situasi ini pula akan mengubah percaturan politik di negeri ini kedepannya.
Mungkin ini dianggap sebagai keputusan terbaik dari mahkamah konstitusi negara kita. Tentu keputusan ini sudah melewati berbagai pertimbangan politik. Yang menjadi pertanyaan, apakah keputusan tersebut diambilnya tanpa desakan dari eksekutif atau kelompok lainnya yang memilki kuasa di negeri ini. Semoga saja keputusan ini murni atas pertimbangan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan kelompok tertentu.
Meski demikian keputusan para pemangku kebijakan, sebagai rakyat biasa tentu tidak bisa berbuat banyak. Rakyat biasa yang tidak terafiliasi dengan kelompok pemerintah, parpol tentunya hanya berserah diri sembari membenahi kehidupan masing-masing. Sebab wacana apa pun yang dilempar dari atas ke bawah hanya akan menjadi pertarungan kelompok elitis semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H