Parkiran menjadi salah satu problem bagi sebagian orang lantaran penggunaan lahan parkir yang tidak mestinya dilakukan. Seperti kondisi parkiran di Kota Makassar, terdapat beberapa bahu jalan digunakan sebagai parkiran mobil, terlebih di jalan alternatif dan di kompleks perumahan yang begitu semrawut sehingga berdampak pada kemacetan di mana-mana.
Parkir kendaraan pribadi di bahu jalan raya dan di jalan kompleks kian marak dilakukan oleh oknum yang tidak memiliki parkiran di rumah sendiri. Kebanyakan rumah perumahan sempit, jalanan penghubung pun demikian. Ditambah lagi dengan kebutuhan hidup modern seperti kebutuhan akan kendaraan mobil dan sebagainya yang menuntut setiap individu yang sudah berumah tangga. Memiliki mobil sebagai moda transportasi di era saat ini menjadi penting. Hanya saja kepemilikan atas parkiran yang menjadi problem hingga menyebabkan semrawutnya arus kendaraan alias menyebabkan macet.
Di jalan raya pun demikian bahwa parkiran mobil yang kurang tertata. Rata-rata ruko uang ada di pinggir jalan di kota Makassar tidak memiliki area parkir yang memadai. Pelanggan yang mampir pun asal parkir lantaran ingin beranjak cepat atau terkadang menghindari tukang parkir liar. Tukang parkir liar ini tidak memperhitungkan aspek lalu lintas kendaraan baik yang sedang lewat maupun yang keluar masuk untuk parkir. Parkir liar pun tidak memiliki izin resmi bahkan terkadang menagih biaya parkir yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini pula pengendara di kota Makassar terkadang berfikir dua kali untuk memarkir kendaraan miliknya pada area tertentu yang tidak memiliki parkiran resmi.
Kondisi tersebut sudah menjadi wacana publik yang kerapkali diperbincangkan baik pengendara, pemilik toko hingga pemerintah. Hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai aturan parkir liar, aturan parkir kendaraan pribadi di bahu jalan, di kompleks perumahan dan juga di tempat umum. Sedianya pemerintah setempat termasuk pihak dinas lalu lintas angkutan jalan raya perlu melakukan sidak, pengawasan hingga punishment bagi yang melanggar. Begitu pula perlu ada warning dan tindakan tegas kepada preman, yang mengaku dirinya sebagai tukang parkir. Sebab preman tersebut terkadang mempekerjakan anak di bawah umur , anak sekolahan dan bahkan keuntungan dari parkiran tersebut selain untuk makan juga terkadang disalahgunakan ke hal lain seperti beli rokok, isap lem dan hha miras. Kondisi ini dapat dilihat dari aktivitas para tukang parkir liar tersebut yang beroperasi di setiap titik tertentu yang tidak dikontrol oleh pihak kepolisian.
Sebagai kota metropolitan, kota Makassar sudah sedianya tidak menyandang gelar kota parkir. Pemerintah dan pihak kepolisian harus turun tangan demi penertiban jalan raya , kepentingan umum pengendara,, pemilik toko serta untuk pembinaan generasi muda di kota Makassar yang terkadang menjadikan hal tersebut sebagai profesi sementara aktivitas sebagai pelajar diabaikan. Pemerintah kota Makassar dan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan beserta pihak berwenang sudah harus membangun kerjasama yang baik demi kenyamanan dan keamanan warga sipil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H