Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Dosen/ Writer

Ikan Kaleng Kemasan, Apakah Pas untuk Dikonsumsi bagi Anak Sekolahan?

Diperbarui: 19 November 2024   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ikan kaleng kemasan khususnya ikan berlemak seperti Sarden, Tuna dan Makarel memiliki kandungan Omega 3 yang tinggi. Nilai gizi ikan kaleng tersebut terdapat pada setiap kemasan termasuk cara penyajian. Dalam penyajiannya pun terdapat dua jenis yakni siap saji dan yang masih butuh diolah lagi (dihangatkan sebelum disajikan). Pengemasan ikan kaleng pun terbilang praktis dan sangat memudahkan bagi konsumen untuk dikonsumsi kapan saja dan di mana saja.

Wacana penyediaan ikan kaleng kemasan sebagai menu makan siang gratis bagi siswa yang telah dicanangkan pemerintahan Prabowo menuai kontro versi. Pasalnya program MBG (Menu Bergizi Gratis) bagi dirjen penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan (KKP) Budi Sulistyo bahwa produk ikan kemasan dapat menjadi salah satu menu pilihan selain susu ikan. Disamping memiliki nilai gizi yang tinggi juga bahwa ikan kita sangat melimpah. Hal tersebut juga menjadi polemik bagi sebagian kalangan lantaran dengan melimpahnya ikan kita sebagai negara kepulauan, lalu kenapa mesti disediakan ikan kemasan. Mungkin pihak pemerintah sudah memikirkan atas efisiensi dengan penyediaan ikan kaleng. 

Mengingat kebutuhan akan protein yang tinggi bagi anak usia sekolahan itu sangat penting. Selain itu bahwa masih banyak anak generasi saat ini yang masih malas makan ikan. Mereka lebih memilih junk food dibanding makanan seperti ikan kaleng. Memang perlu dibiasakan sejak dini generasi kita untuk gemar makan ikan agar tidak mudah stunting dan dapat meningkatkan kecerdasan otak bagi anak-anak. Hanya saja mentaktisi makan ikan di sekolah yang juga diperdebatkan oleh kalangan guru dan orang tua. Beberapa hal lain yang dipersoalkan antara lain makan ikan di sekolah perlu cuci mulut, cuci tangan, dan banyak tissu karena bau amis. Berbeda jikalau makan ikan di rumah sendiri akan lebih nyaman dan enteng tanpa harus banyak embel-embel. 

Tentu hal tersebut sudah dipertimbangkan matang-matang pihak terkait. Tinggal implementasi dan pengawalan penyediaan MBG butuh kontrolling dari pihak sekolah, pemerhati pendidikan, parenting dan orang tua/ wali agar niat awal berjalannya program akan lebih optimal. Memang di awal implementasi program MBG juga masih ribet, namun sedianya program tersebut dijalankan oleh pihak penyelenggara dan akan dievaluasi di kemudian hari. 

Kita tentu kembali pada muatan program MBG tersebut yang tak lain adalah pemenuhan gizi anak-anak, melatih diri mereka lebih awal makan makanan bergizi seimbang yang tidak hanya asal kenyang, serta pemerataan kebutuhan makan siang. Poin ketiga ini juga akan menjadi hal krusial sehingga tidak ada lagi diskriminasi antara siswa yang satu dengan lainnya. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana penerimaan pihak sekolah atas program MBG agar berjalan lancar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline