Life is Giving Ucap Sore Kepada Malam
Sebuah penghujung sore tadi, bertemu kawan dari pulau nun jauh di sana yang tak ingin difoto ataupun di tandai dalam sebuah cerita, takutnya pencitraan, katanya dengan santun. Kami berjalan memotret gedung di sekeliling. Ia bercerita tentang budayanya di kampung halaman, lalu menghubungkan dengan gambar-gambar di dalam foto-foto kami ini.
Ia bercerita tentang bourdie, tentang teori kelas yang tak usai, hingga tentang malaikat yang nantinya akan menanyakan aktivitas kita di dunia ini. Singkat kata pesan dia , kita jalani hidup. Kita jangan berhenti. Kita terus memberi. Cahaya sire saja mewarnai layar di tangan kamu. Life is giving, nadanya pelan lalu berteduh sesaat.
Lihat awan sana, ia bertukar peran, lihat warna sore itu ia berubah karena ia berikan cahanya kepada kawannya. Gerimis sore hampir saja memisahkan pertemuan kami sesaat. Buku-buku yang sedari tadi di tangan, selepas dari perpustakaan kini mencari tempat. Kata-kata dalam buku itupun seakan bercerita. Aku juga dulu begitu. Dipinjam untuk digunakan dalam cerita ini.
Benda-benda tak bergerak di hadapan kami. Ia menyeru. Aku dari batu kali. Lalu jadi patung. Senang rasanya jadi patung, kini aku tak digerus air deras. Kini diriku tak dijadikan pondasi rumah mewah. Batin gedung lainnya ikut menyeru. Sementara rumput di taman hanya menyala, mereka kegirangan menyambut hujan di bulan April. Sebentar lagi kemarau panjang. Usah berdebat. Air hujan kali ini hanya sedetik. Ia hanya pinjaman dari air awan yang tak sempat hinggap ke laut, ia dihalau angin dan doa-doa para pelamun itu dalam buku-buku di tangan kamu. Bacalah, sebelum malam membiarkanmu terlelap hingga pagi kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H