Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Empat Belas Sekawan

Diperbarui: 14 April 2024   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini cuaca cukup terik. Anak-anak sekolah yang ada di kelas tampak kepanasan. Mereka cukup gerah di dalam. Jam istirahat kedua belum juga dibunyikan loncengnya. Pak Kunjung entah kemana? Ia belum bunyikan lonceng itu. Barangkali ia tertidur di kantin.

Dedi, Mita, Andre, Mila, Udin, Lily, Budi, Mia, Jumadi, Cece, Modi, Maya, Adi, Nanda. Mereka berlarian ke halaman belakang sekolah. Mereka ternyata sudah janjian akan ke kebun tebu itu. Alasannya di sekolah gerah. Mereka ingin ngadem di jam istirahat sembari minum es tebu. Ternyata mereka ke tengah kebun. Di sana ada tempat persembunyian para pekerja kebun dari incaran mandor. 

Hanya Dedi dan Andre yang tahu tempat itu. Mereka berdua memang anak pekerja kebun tebu. Mereka berdua sesekali jadi buruh harian di perkebunan tebu itu saat hari libur, atau libur panjang tiba. Sekedar mencari pembeli bensin, uang rokok dan uang jajan ketika nongki di kantin pak Kunjung. 

"Kita sudah kelas tiga. Sebentar lagi tamat. Anak-anak seusia kita sudah tahu yang baik dan buruk. Tidak usah dipedulikan ketua tingkat kita itu. Ia cari perhatian terus. Ia ingin rangking satu. Ia meminta ke kepala sekolah agar dimediasi ke perguruan tinggi negeri untuk dapat jalur undangan. Kita kan tidak berpikir ke sana. Tamat SMA sudah bisa kerja di mana-mana. Bahkan sudah bisa nikah dan punya anak. Ingat banyak anak banyak rezeki".  Mita dan Mila terus meyakinkan teman sekelompoknya. 

Kedua gadis itu mengajak kelima teman gadisnya dari kelas IPS 1 dan IPS 2 yang sepemikiran dengannya. Mereka memang mencari teman agar kelihatan kuat, kompak dan kece gitu. Dua bulan terakhir sebelum tahun baru mereka sudah temukan teman yang pas untuk diajak mejeng. Kelima teman gadisnya juga rata-rata sudah punya cowo baik di kelas IPS maupun di kelas IPA. Nyambungnya lagi kelima cowo dari teman gadisnya itu ternyata satu aliran dan bahkan teman nongkrong Dedi dan Andre. 

Dedi dan Andre siang itu sudah merencanakan sudah membagi tempat terbaik untuk berpacaran dengan pasangan masing-masing. Kedua anak sekolah itu sudah menyiapkan minuman keras di botol Aqua ukuran tanggung. Cukup untuk mengalihkan pikiran. 

Matahari tepat di bawah bayangan. Ketika es tebu sudah habis diminum dan dibayar oleh Andre. Rombongan itu menuju ke tempat persembunyian para pekerja kebun dari mandor.

Lonceng jam istirahat kedua tidak terdengar dari tengah kebun itu, terlebih lonceng pulang. Mereka asyik bercengkrama dengan pasangan masing-masing. Awalnya Maya dan Nanda menolak untuk pisah- pisah. Keduanya menginginkan untuk barengan. Tapi akhirnya mengikut juga dengan pacarnya setelah terbuai dari alunan gombal. 

Bayangan matahari sedikit menonjol ke timur. Mereka lupa waktu, jikalau jam pulang sudah selesai. Sebagian diantaranya sudah kembali ke titik kumpul. Ada yang datang dengan wajah berseri-seri namun baju putih abu-abu yang acak-acakan. Adapula dengan muka asem. Para lelaki itu sedang kembali di atas motor mereka sembari mengisap rokok. Sementara yang perempuan saling berbisik satu sama lain. 

Mita membisik Mila, Maya membisik Mia dan Nanda, sementara Cece tampak murung bersama Lily. Entah kenapa dua orang itu. Satunya takut hamil dan yang satunya hanya menangis terus.

*** 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline