Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Tokek dengan Lalat

Diperbarui: 30 Maret 2024   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar tokek, sumber: CNN Indonesia

Pagi ini pak Selamat begitu bersemangat. Ia berangkat lebih awal dari biasanya. Semalam ada pesta tahun baru. Orang-orang yang berpesta telah membuang sisa makanan mereka sejak semalam di tempat pembuangan sampah sementara itu. Baunya cukup menyengat, tentu lalat-lalat menyukainya. Ia memasang maskernya dengan kencang. Menyiapkan jala penangkap lalat dari kresek yang cukup menyengat itu. Sementara penangkaran lalat ia taruh tepat di hadapannya. 

Pagi yang sedikit gerimis itu, tentu menambah bau sampah. Lalat-lalat lalu lalang di atas bau amis itu. Mereka berkerumun dengan rapi, tanpa suara. Yang mereka butuh adalah bau sampah. Mereka rela memasukkan seluruh tubuhnya dalam sampah yang busuk itu. Memang tugasnya adalah membersihkan yang bau busuk. Sehingga di mana ada bau yang membusuk di situlah lalat-lalat berada.

Pak Selamat memanfaatkan situasi busuk itu. Ia dengan senang hati menenggelamkan dirinya dalam bau yang membius bagi manusia normal. Tapi baginya adalah semakin banyak lalat tangkapannya maka ia semakin senang. Tokek di rumahnya tentu juga semakin senang. Tentunya hanya beberapa minggu saja ia pelihara akan bertambah besar tokek-tokeknya dengan segala macam warna dan ukuran itu. Tokeknya dengan senang hati memakan hasil tangkapan tuannya. Mereka tentu dengan riang memakan lalat-lalat yang gemuk itu.

Matahari pagi perlahan mengusir gerimis. Semakin ia muncul dari ufuk timur, semakin bau itu berkurang. Lalat-lalat yang tidak berhasil selamat dari perangkap pak Selamat, mereka mencoba berkerumun di dahan pohon dan di daun-daun mudah dekat tempat sampah kompleks Mangga 3 itu. Pak Selamat mencoba mencari akal agar tangkapannya banyak hari ini. Sebab sudah tiga hari tokeknya puasa makan lalat dari sampah yang busuk itu. 

Pak Selamat tak peduli pada orang-orang yang lalu lalang di dekatnya. Ia tetap fokus mencari sumber-sumber bau yang lain. Namun ia tidak menemukan kerumunan lalat yang banyak sebagaimana titik bau sebelumnya. Itulah ia amat senang jika para pemabuk semalam membuang banyak sampah makanan di tempat itu. Ia tidak suka dengan sampah dedaunan, atau sampah plastik. Ia paling suka sampah sisa makanan atau bangkai binatang.

Tak lama berselang, istri pak Selamat membawa usus-usus ikan. Ia baru saja pulang dari lelong Makassar atau pasar ikan. Usus-usus ikan tersebut sengaja di simpan di atas wadah daun agar lalat-lalat bisa dengan senang hati berkerumun mengisap sari bau. 

"Ini tambahan sisa makanan pak, sengaja aku pisahkan dari ikan-ikan, aku juga beli ikan busuk untuk penambah selera lalat-lalat" Ibu itu langsung memberikan usus-usus ikan beserta ikan busuk tadi kepada suaminya. 

Memang sepasang suami istri tersebut selalu bekerjasama dengan baik. Sudah tiga puluh lima tahunan pernikahan mereka berdua, dan jarang terdengar pertengkaran. Jika sang suami marah, maka istri mengalah, demikian sebaliknya. Anak-anak mereka pun selalu menasehati kedua orang tuanya agar selalu langgeng hingga di usia senja.

"Terima kasih bu" jawabnya dengan sopan kepada istrinya.

 Pak Selamat tidak panjang lebar. Ia langsung membaca mantra pemanggil lalat. Termasuk doa selamatan agar terhindar dari wabah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline