Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Anak Sungai

Diperbarui: 22 Januari 2024   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Sumanga dan Lawu tidak pernah mendebat hujan. Bahkan mereka menikmati hujan. Baginya hujan adalah mainan yang dikirim oleh tuhan kepadanya. Terkadang pun mereka dengan sengaja menyusuri sungai hingga ke muara. Mereka senang melihat air hujan turun di sawah, di ladang atau di sungai. Di musim kemarau pun sering mengunjungi sungai seraya berdoa, kapan hujan turun di sungai ini. Aku ingin melihat air hujan membasahi pinggir sungai, air sungai bersama hujan menyatu. 

**

Hujan sudah mulai deras. Di sungai pastinya sudah banjir. Sebentar lagi Lawu datang menemui Sumanga, mengajaknya ke sungai berenang. Mereka berdua memang suka jika banjir. Semakin deras air di sungai semakin nyaman mereka berenang. Berenang dengan melawan arus menjadi kebiasaannya. 

"Ayo kita jalan!", ajak Lawu kepada Sumanga.

Sumanga mengambil sepeda lalu melaju ke arah selatan. Tak lama kemudian mereka mulai berenang. Dari seberang, dari utara ke selatan. Mereka sepertinya kegirangan berenang bolak-balik dari seberang sungai. Sesekali mereka ikut bersama sapi-sapi yang sedang digiring oleh gembala dari ladang menuju pulang ke kampung. Mereka sesekali berenang dengan mengekor pada ekor sapi jantan. 

Hujan deras adalah impian mereka. Ke anak itu pastinya tidak ke sawah jika hujannya sangat deras. Persawahan akan banjir, tanaman yang baru tumbuh akan hanyut. Padi dewasa akan tergenang dan buahnya hancur. Orang tuanya pasti rugi besar, sebab terancam gagal panen. 

Ah masa bodoh, anak ingusan demikian belum dilibatkan dalam akur pikir petani padi. Nikmati masa kanak-kanak yang begitu menggembirakan di perkampungan seperti di Belanga. Toh, semua anak seusianya sudah lihai berenang. Saltonya dari tebing ke sungai yang dalam sudah lincah. Berenang dari sungai besar ke sungai kecil sudah terbiasa. Sebaliknya berenang dari anak sungai ke sungai besar menjadi hal biasa. 

Setiap hari sungai Belanga airnya tinggi dan dalam lantaran air pasang dua kali sehari.  Sehingga saat air pasang bertemu dengan banjir maka semakin luas sungai tersebut. Situasi air demikian menjadi latihan bagi anak-anak Belanga. 

Hari sudah sore, hujan belum berhenti, air pasang mulai naik perlahan dari timur ke barat. Atau dari arah muara hingga ke anak sungai Belanga. 

Sumanga dan Lawu hanyut dalam suasana hujan yang enggan berhenti. Mereka menyusuri sungai, kemana ujung sungai Belanga, apakah betul sampai ke muara lalu ke laut. 

Entah ada apa kedua anak itu, apakah tidak memikirkan kedua orang tua mereka yang pastinya mencari kemana-mana jika siang hari terus tertutupi hujan dan cahaya malam. 

__Bersambung 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline