Mentari pagi di awal tahun cukup hadir menepati janji. Konon kabarnya semalam rembulan enggan muncul lantaran hujan gerimis terus berbagi cerita indah. Kedengarannya ada kenangan indah di tahun 2023 yang sulit dilupakan. Sementara waktu terus berjalan, enggan menunggu siapa saja yang melamun.
Mereka mencicipi sisa daging yang terbuang di kubangan. Sesekali mereka menemukan kepala ikan yang masih utuh belum dimakan tikus atau anjing liar yang tak pernah ketinggalan nongkrong di perempatan jalan itu.
Rorowati terus mengais tulang-tulang ayam potong yang entah jantan atau betina. Entah disembelih dengan doa atau mantra, entah darahnya dibiarkan mengalir di tanah atau langsung saja dimasak di wajan dengan api yang membara.
Memang sulit dibedakan antara jantan atau betina pada ayam potong baik mereka masih hidup atau sudah disembelih. Terlebih daging hewan sapi yang sudah dibuat Coto Makassar semalam itu. Sungguh sulit menerka di mulut, di lidah atau di lambung. Berbeda ketika makan di warung, kita bisa bertanya atau meminta aku ingin Coto satu porsi Janda Saja alias Jantung Dada Sapi Jantan, atau Pajabat alias Paru Jantung Babat Betina.
Begitulah pemangsa selalu membiarkan lambung, usus dan bagian pencernaan bekerja, batin Roro yang tampak sedih tak dapat memilah makanan sehat untuk anak-anaknya. Pada dasarnya ia sendiri menghindari daging jantan masuk dalam tubuhnya terlebih pada hewan ayam atau sapi, kecuali ikan. Ia sedih memikirkan nasib para betina-betina itu yang selalu ditinggal kawin mawin dari jantan. Habis membuang hajat langsung cari betina baru, lalu membiarkan betina menderita.
Tahun baru semalam, ia ikhlas ditinggal para jantan mereka yang sedang pergi ke kong sebelah mencari perawan baru. Konon di sana banyak ayam betina yang didatangkan dari kota. Tentu posturnya indah, keteknya tidak terlalu bau, bulunya indah, sebab tuan-tuan ayan di kota terlihat bersih dan perawatan.
Rorowati bersama anak-anaknya, cucu-cucunya hanya berada di kandang yang berukuran 4 X 2 itu. Dengan puluhan di dalam kandang, ia tak takut pada suara petasan atau ancaman dari para pemabuk yang kehabisan makanan lalu mencuri dan menyembelih ternak warga.
Rorowati malam itu sungguh senang atas kedatangan si Baco dan Nyonya dari kota. Pastinya ia dan keluarganya makan makanan bergizi. Sebab hanya tuan lamanya yang paling mengerti kebutuhan nutrisinya selama di kandang di perkampungan. Sebab di di rumah tuannya yang lama sangat sulit bertahan hidup ayam-ayam sepertinya. Selain karena penyakit ayam juga karena maraknya para peminum tuak lepasan Lapas Kampung Bugis Belanga.
Si nyonya Rorowati juga sempat mengantarkan cucu barunya yang diteteskan dengan mesin canggih seminggu sebelum tahun baru.
Mentari terus mengangkat bulir-bulir embun yang sedari tadi dinikmati Roro bersama anak cucunya. Satu per satu, secara bergantian anakan ayam itu menaiki pundak Roro seusai mencicipi tulang ayam yang entah jantan atau betina. Kegirangan mereka bertambah setelah dari betina-betina remaja lainnya menemukan cacing tanah yang sedari tadi menunggu hujan pertama di awal tahun 2024.