Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Dosen/ Writer

Filsafat dan Paradigma Ilmu Sosial Budaya, Sebuah Pengantar

Diperbarui: 27 Desember 2023   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat dan Paradigma Ilmu Sosial Budaya, Sebuah Pengantar

(Andi Samsu Rijal)

Filsafata sebagai rumpun ilmu pengetahuan. Filsafat akan menjadi ruang baru, ruang ilmu pengetahuan bagi pembelajar. Filsafat sebagai akar ilmu pengetahuan akan digunakan oleh disiplin ilmu lain. 

Paradigma dalam ilmu sosial-budaya disebut sebagai seperangkat konsep pengetahuan, cara berfikir atau cara pandang. Beberapa ilmuwan sosial-budaya menggunakan istilah lainnya yang kurang lebih memiliki makna yang sama yaitu kerangka teoretis (theoretical framework), kerangka konseptual (theoretical conceptual), kerangka pemikiran (frame of thinking), orientasi teoretis (theoretical orientation), sudut pandang (perspective), atau pendekatan (approach). Dari beberapa terminologi tersebut memiliki tujuan yang sama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat umum dan peneliti untuk lebih memahami perkembangan-perkembangan teori serta ilmu sosial-budaya (Ahimsa-Putra, 2009 p.1).

Dalam mengurai paradigma ilmu sosial-budaya, Ahimsa-Putra (2009, p.1) lebih menitikberatkan pandangan Thomas S. Kuhn dalam buku" The Structure of Scientific Revolutions, The University of Chicago Press". Ahimsa-Putra kemudian membandingkan konsep paradigma Kuhn beserta variasi paradigma dengan pandangan tentang paradigma lebih umum yang dimiliki oleh ilwuman sosial-budaya lainnya. 

Dalam penjelasan paradigma, Kuhn tidak menjelaskan secara rinci sehingga banyak kalangan ilmuwan tidak menggunakan teori paradigma Kuhn dalam memahami gejala sosial-budaya. Olehnya itu Ahimsa-Putra berupaya meminimallisir kesulitan kita dalam memahami paradigma Thomas S. Kuhn dengan mendefinisikannya secara detail. Ia membagi dua frase penjelasan tentang paradigma; frase pertama yaitu paradigma sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk suatu kerangka pemikiran, dimana paradigma memiliki sejumlah unsur-unsur, tidak hanya satu unsur. 

Sementara unsur-unsur itu sendiri adalah konsep, konsep ini dimaksudkan sebagai suatu kesatuan, dan seperangkat nilai yang berhubungan secara logis; paradigmatik, sintagmatik, metonimik dan metaforik. Frase kedua yaitu paradigma yang berfungsi memahami dan menjelaskan kenyataan atau masalah yang dihadapi, manusia cenderung menggunakan paradigma secara fungsional sebagai alat fikir untuk memahami sebuah realitas sosial, lalu menafsirkan realitas tersebut, menentukan, menggolongkannya ke dalam sub kategori, serta menggabungkannya dengan definisi-definisi kenyataan lainnya.

Menurut hemat Ahimsa-Putra (2009, p. 3) bahwa dalam memahami paradigma tidak hanya sebatas mendefinisikannya namun yang terpenting adalah penentuan unsur-unsur yang tergabung di dalam paradigma. Ia berpandangan bahwa definisi paradigma di atas belum memberikan keterangan lebih lanjut tentang isi dari kerangka pemikiran itu sendiri. 

"Seperangkat konsep" barulah sebuah gambaran umum tentang isi dari kerangka pemikiran tersebut, sedang kenyataannya konsep-konsep ini tidak sama kedudukan dan fungsinya dalam kerangka pemikiran dan karena itu juga memiliki nama yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang komponen-komponen konseptual yang membentuk kerangka pemikiran atau paradigma tersebut. Sebuah perspektif dalam ilmu sosial-budaya biasanya dapat dibedakan satu sama lain atas dasar asumsi-asumsi atau anggapan-anggapan dasarnya tentang obyek yang diteliti, masalah-masalah yang ingin dijawab atau diselesaikan, konsep-konsep, metode-metode serta teori-teori yang dihasilkannya. 

Pendapat yang dilontarkan oleh Cuff dan Payne (1980) dalam Ahimsa-Putra (2009,3) ini merupakan pendapat yang dapat membawa kita kepada pemahaman tentang paradigma dalam ilmu sosial-budaya. Dalam pendapat ini tersirat pandangan bahwa sebuah perspektif atau pendekatan -Cuff dan Payne tidak menyebutnya sebagai "paradigma"- memiliki sejumlah unsur, di antaranya adalah: asumsi dasar (basic assumption -Cuff dan Payne menyebutnya bedrock assumption-, konsep, metode, pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diberikan.

Cuff dan Payne dalam Ahimsa-Putra (2009, p. 3) membagi unsur-unsur paradigma ke dalam beberapa bagian diantaranya; asumsi dasar (basic assumption), konsep, metode, pertanyaan, dan jawaban-jawaban yang diberikan. Perspektif ilmu sosial-budaya dapat dibedakan atas dasar asumsi tentang obyek yang ditelliti, masalah-masalah yang dijawab, konsep-konsep, metode-metode, serta teori-teori yang dihasilkan. Unsur paradigma samahalnya dengan unsur perspektif, namun dalam pandangan Cuff dan Payne tidak secara utuh dalam menjelaskan tentang unsur-unsur perspektif tersebut. Masih ada beberapa elemen yang terkait seperti model, metode, serta sistematika dalam mengurai perspektif dalam ilmu sosial-budaya. Ahimsa--Putra kemudian mencoba menggabungkan pemikiran Kuhn dengan Cuff dan Payne tentang unsur-unsur paradigma dan mengurainya lebih rinci. Konsep paradigma memiliki unsur pokok diantaranya; asusmsi dasar, nilai-nilai, masalah-masalah yang diteliti, model, konsep-konsep, metode penelitian, metode analisis, hasil analisis atau teori, etnografi atau representasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline