Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Dosen/ Writer

Siri' dan Pesse; Pandangan Hidup Masyarakat Bugis

Diperbarui: 13 Desember 2023   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siri dan Pesse dikonsepsikan sebagai filosofi hidup masyarakat Bugis di mana pun berada. Konsep dan prinsip tersebut sudah tertanam sejak lama. 

Karena dianggap sebuah ajaran leluhur mereka, sehingga perlahan konsep siri dan Pesse menjadi pandangan hidup masyarakat Bugis. Pada dasarnya tidak hanya bagi kalangan Bugis tetapi juga demikian bagi kalangan masyarakat makassar. kedua kelompok etnik tersebut menjadikan konsep siri dan pesse sebagai sebuah nilai yang harus diterapkan dalam berkehidupan bermasyarakat.

Siri sendiri diartikan sebagai rasa malu. Rasa malu dalam artian luas bahwa malu jika tidak melakukan kebaikan, malu jika tidak sukses, malu jika tidak menyelesaikan tugas dan tanggung jawab. Nilai siri ini pula akhirnya tertanam dalam diri mereka. Sehingga menjadi sebuah motivasi untuk melakukan sesuatu dan untuk menjalankan suatu amanah. Nilai siri ini pula dapat diintegrasikan dalam prinsip lainnya misalnya dalam ketaatan dan kepatuhan baik pada tuhan sang pencipta demikian kepada sesama. 

Pesse sendiri diartikan sebagai rasa ibah, rasa sakit, serta peduli. Rasa Pesse tersebut kemudian menjadi konsep assiselengsurengeng (silaturahmi dan kekeluargaan). Konsep Pesse ini terimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat baik di kampung sendiri terlebih di tanah rantau.

kedua nilai moril tersebut menjadi simbol kearifan lokal bagi masyarakat Bugis baik di kampung sendiri, di tempat kerja dan di mana pun berada. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan pergeseran nilai-nilai sosial dari orang tua ke anak, dari guru ke murid, dari pemimpin di tanah Bugis ke masyarakat yang dipimpinnya serta pemimpin nasional yang berdarah Bugis tidak terjalin kesinambungan sehingga perlahan konsep siri dan Pesse tersebut luntur. 

Apa yang keliru dari kedua nilai moril tersebut? Tidak lain kurangnya transformasi nilai-nilai dan pengetahuan dari yang tahu "to macca" , orang pemerintahan "to mapparenta", orang Agamawan "ulama/ pagama". 

Generasi saat ini cenderung receptive, menerima begitu saja. Apa yang ada di sekitar, yang ditonton, yang dilakukan oleh orang terdekat maka itu pula yang ditiru. 

Mengingat pentingnya konsep dan nilai moril tadi perlu dibudayakan dan dihidupkan kembali maka sudah waktunya ada transformasi dan penanaman nilai-nilai dari orang yang berpengaruh kepada orang yang dapat dipengaruhinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline