Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Sepak Bola Belanga

Diperbarui: 2 Agustus 2023   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sepak bola remaja, sumber gambar;Voa Indonesia

Sepak Bola Belanga

Di awal musim kemarau tiba disambut gembira para anak-anak di Belanga. Mereka rasanya kedatangan tamu yang ditunggu-tunggu. Mereka pula rasanya menemukan kembali tujuan hidupnya sebagai anak-anak. Berbeda dengan kelompok anak-anak di desa lain tentu riang gembira menyambut musim penghujan. Demikian para petani atau ayah mereka sendiri tentu sangat gembira sebab tanaman mereka serasa melepas dahaga. Rumput-rumput di musim penghujan pun akan menghijau sehingga para gembala memiliki banyak persediaan makanan untuk ternaknya.

Banyak hal yang dirayakan saat kemarau tiba bagi Sumanga sekawan. Mereka bisa berenang bebas di sungai tanpa rasa khawatir akan banjir datang karena hujan. Mereka bisa dengan leluasa bermain layangan di lapangan, di ladang, maupun di sawah tanpa harus baca mantra kepada layangan agar bisa terbang. Perayaan yang lebih meriah lagi bahwa di malam hari akan ada pesta rakyat, akan ada layar tancap pemutaran film dokumenter serta pemutaran film piala dunia pertama. Di mana dalam pertandingan sepak bola antar negara tersebut ternyata dapat mendamaikan beberapa negara yang bertikai.

Para anak-anak di Belanga terinspirasi dari film tersebut sehingga pada sebuah kemarau yang panjang mereka berembuk di bawah terik matahari yang disaksikan layangan mereka usai berenang di sungai. Salah satu kawan Sumanga berkata kita harus berbuat sesuatu yang bernilai untuk orang banyak. Kita tidak bisa begini saja. Lokasi bermain kita terbatas. Bahkan sebentar lagi kita sudah usia SMP tetapi setiap masuk pada usia tersebut orang-orang di Belanga tidak lanjut sekolah lantaran bertikai tiada henti dengan kampung sebelah. Pertikaian itu sudah turun temurun. Tak ada lagi generasi di Belanga yang sekolah lanjut karena pasti mereka akan diusir dari sekolah dari anak-anak kampung Binanga Utara, kampung Baru dan anak-anak dekat kota Bilangan Utara.

 "bagaimana kalau kita buat saja pertandingan sepak bola mini antar remaja? Kata kawan Sumanga.

Iya, setuju ucap yang lainnya.

Di mana ambil duit? Piala dari mana, wasit dari mana?

"begini saja kita ke pak Unding, beliau perantau terkenal. Ia pensiunan polisi, katanya Ia pernah jadi ketua suporter sepak bola dirantauan pastii Ia banyak pengalaman. Ia seorang maniak sepak bola. Tiap hari latihan di lapangan Belanga padahal usianya sudah 61 tahun. Ia pasti senang jika bicara soal rencana kita. Ia pasti butuh teman seperti kita, sebab sepak bola memang butuh teman".

Tak pikir panjang, Sumanga sekawan langsung ke lorong sebelah di rumahnya pak Unding. Setelah mereka curhat panjang lebar, pak Unding tak panjang pikir ia langsung berikan arahan. Kata pak Unding kita harus punya dua aktitas pertama menyiapkan even dan menyiapkan tim sebagai pemain nantinya.

Rencana mereka pun berlanjut, tiap pagi mereka ke sekolah dan sepulang dari sekolah membantu orang tua mereka yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan peternak. Arahan pak Unding tidka boleh melawan ke orang tua alias tetap jadi anak sekolah di SD agar bisa lanjut SMP nantinya. Sementara yang menganggur alias yang tidak sekolah tahun lalu di SMP mereka di pagi hari jadi petani dan peternak dan sore hari merekalah yang jadi panitia. Pak Unding pun melibatkan beberapa anak-anak remaja dan dewasa yang punya kompeten dalam hal organizer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline