Lihat ke Halaman Asli

Andi Samsu Rijal

Peneliti Bahasa dan Budaya

Kepala Sekolahku Dulu (3)

Diperbarui: 30 Mei 2023   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Kepala Sekolahku Dulu (3)

Kepala Sekolahku Dulu (di SMP Belanga)

Pak Bur pura-pura melihat Sum-Sum mendorong sepeda ke arah sungai. Pa Bur baru saja pulang dari rumahnya mengantarkan makan siang istrinya, ia tak sengaja melihat ke kolom rumah bahwa Sum-Sum beserta teman sebangkunya yang juga merupakan komplotan Rianto itu. Pa Bur tahu bahwa pasti Sum-Sum sedang dalam keadaan terancam. Jika ia tidak membantu melancarkan aksi Rianto ia bisa saja ditikam, sepedanya diiculik, atau dipalaki tiap pergi dan pulang sekolah.

Pa Bu membiarkan Sum-Sum mendorong sepeda itu satu per satu ke arah ke rumah Rianto pimpinan geng Sepeda di Belanga. Ia sudah dewasa namun pekerjaannya tetap saja seperti anak-anak. Ia bahkan sudah punya istri. Aktivitasnya sehari-hari hanya mempalak setiap anak SMP yang sedang parkir di bawah rumah kepala sekolah. Rianto sering mencuri perkakas sepeda anak SMP Belanga. Satu per satu perkakasnya dicongkel lalu dijual atau dirakit hingga jadi sepeda baru yang tampak lain daripada sepeda lainnya sehingga harganya mahal. Hasil dari penjualan perkakas sepeda atau sepeda rakitan hanya untuk memenuhi nafsunya yakni hanya untuk merokok dan minum Ballo (minuman yang difermentasi dari pohon aren untuk pembuatan gula aren namun). Ia juga selalu ingin tampil keren saat gowes, apalagi ia pimpinan geng sepeda.

Setiap hari ia mendapati anak-anak lugu, Rianto hanya dengan mempelototi mata anak-anak. Ia seakan menjadi petugas parkir sepeda di bawah kolom rumah Pa Bur. Rianto juga menentukan harga parkir seri rupiah per sepeda. Padahal pa Bur ikhlas saja rumahnya jadi lahan parkir. Maraknya parkiran di bawah kolom ruhamnya itu berlaku sejak ia mengumkan perlarangan parir sepeda di halaman sekolah. Rumahnya pun sedikit berhadapan dengan sekolah hanya di antarai jalan raya. Entah pa Bur telah bekerja sama dengan Rianto atas keluarnya surat perintah pelarangan parkir layaknya supersemar yang diperintahkan kepada Rianto sebagai kepala petugas keamanan dan parkir sepeda.

Hari ini, hari terakhir Sum-Sum ikuti perintahnya Rianto. Ia rela dipukuli sepanjang tidak membantu aksi pencurian itu. Ini kedua kalinya ia ditipu oleh kawan sebangkunya. Alasan teman sebangkunya hanya ingin diantar pulang makan siang ternyata saat makan di rumah ada anggota geng sepeda Rianto di bawah kolom rumah yang sedang melancarkan aksinya. Demikian hari kedua ia tidak sadar ternyata kawan sebangkunya tersebut adalah rekan Rianto yang merupakan anggota geng sepeda. Geng sepeda tersebut sudah pernah dibubarkan sebab meresahkan desa Belanga hanya saja Rainto punya backingan kuat di desa dan di Polsek. Sampai-sampai kepala sekolah yakni pa Bur sendiri tunduk patuh pada perintah Rianto yang juga mantan muridnya sewaktu belum ia jadi kepala sekolah. Geng Sepeda yang dipimpin Rianto selalu menghadang anak-anak di perbatasam lalu mempalak anak-anak serta mengambil perkakas sepeda satu persatu. Jika anak-anak mau lolos cukup menyetor uang di atas harrga biaya parkir yakni dua ribu ke atas. Namun seribu dua ribu di masa itu cukup mahal.

 Tiap hari selalu ada saja sepeda yang diambil perkakasnya. Satu persatu perkakas sepeda dipreteli alias dilepas. Seperti senter sepeda, pedal, gagang stir, pernak-pernik ditrali, sticker warna warni, rem, hingga pelek bintang ditukar dengan pelek besi. Sum-Sum setiap hari harus bawa uang demi selamat dari aksi premanisme Geng Sepeda tersebut. Namun dua hari terahir ia tidak bawa uang lantaran orang tuanya belum panen. Sum-Sum juga belum dapat upah dari pabrik tempat ia bekerja paruh waktu sepulang sekolah.

Pa Bur memanggil Sum-Sum menghadap ke ruangan kepala sekolah. Sum! Kemana saja di jam istirahat tadi. Istri dan cucu saya saat di jam istirahat yang melapor bahwa kamu ke arah sungai sementara tidak membawa sepeda kamu sendiri. Istri pa Bur hanya bisa ngesot, sudah sejak lama ia di kasur terus. Setiap hari ia hanya menjaga rumah dan menjaga para Siswa SMP yang menyimpan sepeda di kolom rumah kayunya. Istri pa Bur mencatat berapa sepeda yang keluar masuk dan berapa sepeda di bawah geng Rianto. Cucunya yang comel itu bernama Amel, ia teman sekelas Sum-Sum. Setiap jam istirahat ia selalu balik ke rumah untuk menyuapi neneknya atau sekedar menggantikan popoknya.

Pa Bur mengancam Sum-Sum jika esok hari masih menemani penjahat itu akan dikeluarkan dari sekolah. Jantung Sum-Sum berdebar kencang, ia sangat takut dengan orang tuanya. Jika diberhentikan sekolah bagaimana nasibnya ke depan. Ia pasti akan dijadikan buruh pabrik sepanjang hidupnya jika ia berhenti sekolah, atau jadi pemanjat kelapa menggantikan profesi ayahnya La Baco. Padahal tahun lalu saat ia kelas 2 SMP ia sudah terjatuh dari pohon kelapa setinggi 18 meter. Punggungnya begeser ke luar, ia pingsan selama dua bulan, yah anggap saja mati suri. Hampir tiap minggu teman sekelasnya yakni kelas 2 A tiap akhir pekan membawakan indomie dan susu kental manis serta biskuit. Demikian juga Amel tidak pernah absen menitipkan surat di bawah bantalnya.

Ia mengangguk petanda setuju bahwa tidak akan mengulanginya lagi. Pa Bur pun mengancam jika ikut-ikutan sama brandal itu akan dilaporkan sebentar nanti sama orang tua Sum-Sum yang juga tetangga kebunnya di dusun kampung Baru Belanga. Ya, pa Bur selain mengajar dia adalah pekerja kebun, katanya persiapan pensiun dan juga olah raganya. Amel yang comel itu tak pernah lupa mendampingi kakeknya kemanapun ia pergi. Pa Bur terkenal galak dan ramah. Tapi kenapa ia takut sekali dengan Rianto. Ia galak pada siswa-siswinya dan juga kepada cucunya. Amel tak pernah dapat nilai tinggi di kelas, ia selalu berada di dua puluh besar. Padahal ia cucu kepala sekolah. Amel yang comel itu tak pernah rajin belajar mungkin saja sepulang dari sekolah hanya mengurusi neneknya dan kalau sore ke kebun menemani kakeknya. Malam hari tentu mengurus rumah atau menyiapkan makanan. Terkadang kalau hari pasar ia pergi mengambil pesanan sayur dan ikan pada langganan neneknya dulu yang masih terjaga.

Entah kenapa juga pa Bur seakan menjadikan cucunya sebagai pembantu di rumahnya. Apakah benar ia adalah cucu asli atau cucu sambung atau cucu angkat entahlah. Namun kelakuan Amel di sekolah jika luput dari pandangan pa Bur tidak seperti karakternya dalam menjaga rumah dan mengurus neneknya, istri pa Bur. Amel terkenal nakal siapa saja diganggui. Setiap ada anak tampan atau anak yang mandiri selalu ia dekati. Ia bahkan hampir pernah mengirimkan surat cinta kepada semua teman sekelas atau kakak kelas yang laki-laki. Ada rumor beredar di antara pewarung termasuk ibunya ibu guru Isma guru seni itu yang juga punya warung di belakang kelas bawaha jikalau Amel berperilaku demikian seakan menjual diri lantaran ingin dinikahi segera dan pergi dari rumah kakeknya. Pantas saja ia selalu dekati sopir pete-pete (angkutan umum di Sulawesi) agar ia dapat uang jajan atau agar ia dapat naik turun gratis, atau mungkin saja ia sedang pendekatan para lelaki pekerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline