Tanggal 28 April 2023 diperingati hari puisi nasional. Hari wafat penyair kenamaan Indonesia, Chairil Anwar pada tanggal 28 April 1949 diperingati dengan hari puisi nasional. Chairil Anwar sangat identik dengan perpuisian tanah air. Chairil Anwar merupakan salah satu pelopor puisi angkatan 45 atau biasa yang dikenal dengan masa pembaruan puisi tanah air.
Masa remaja Chairil diwarnai dengan dunia tulis menulis. Ia tercatat sebagai redaktur pada beberapa majalah seperti Majala Gema Suasana dan majalah Siasat. Chairil dalam karir kepenulisan ia juga menjadapatkan uang dari hasil menulis sajak. Sajak pertamanya berjudul "Nizan", ia hingga akhir hayatnya di tahun 1949 tak pernah berhenti menulis sajak. Hingga beberapa budayawan Indonesia sangat mengagumi jalan kepenyairan beliau. Meski demikian beberapa lembaga kebudayaan pernah mengecam atas karya Chairil Anwar yang terkesan individualistik dan tidak humanis.
Chairil Anwar tercatat telah menulis beberapa sajak yang diangggap membumi di tanah air. Pria kelahiran Medan 26 Juli 1922, karyanya telah diterbitkan penerbit Pembangunan tahun 1949 berjudul Deru dan Debu, pada tahun yang sama telah terbit pula karya beliau dengan judul Kerikil Tadjam Dan Jang Terampas Dan Jang Terputus, demikian terbitan ketiga oleh penerbit Balai Pustaka dengan judul Tiga Menguak Takdir.
Perjalanan karir kepenyairan Chairil baru diakui setelah wafatnya beliau. Sehingga waktu wafatnya ditetapkan sebagai hari Puisi Nasional. Meski beberapa budayawan pernah mengklain bahwa hari kelahiran beliau yang ditetapkan sebagai hari Puisi Nasional. Seiring perjalanan waktu bahwa kembali ditetapkan waktu wafat beliau yang disepakati bersama para budayawan Indonesia terlebih dengan terbitnya ketiga karya puisi beliau tadi.
Memperingati hari puisi nasional kali ini, saya kembali membuka-buka tiga buah buku terkait kepenyairan. Pertama buku berjudul AKU yang disadur berdasarkan kisah perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar ditulis Sjuman Djaya (penerbit Gramedia, 2017), Melihat Api Bekerja karya penyair Sulawesi Selatan M. Aan Mansyur (penerbit Gramedia, 2018), dan Mata Badik Mata Puisi karya D Zawawi Imron (penerbit Esensi, 2012). Ketiga buku tersebut memberi warna perpuisian. Buku pertama sangat jelas memberikan kebermaknaan atas perjalanan kepenyairan Chairil Anwar. Buku kedua adalah buah tangan penyair mua M.Aan Mansyur di mana bberpa sajaknya pernah dibacakan oleh Nicolas Saputra dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC). Karya beliau tersebut banyak menghipnotos generasi milenial atas larik sajaknya yang banyak bercerita tentang perempuan (ibu). Buku ketiga ditulis oleh salah satu Kiyai kenamaan D Sawawi Imron yang menceritakan secara kontekstual setiap nadi perjalanan rohaninya di Sulawesi Selatan.
Membaca karya penulis/ penyair kenamaan sedikit memberi ingatan atas perjalanan kepenyairan tanah air. Seperti karya-karya M. Aan Mansyur memberi arti atas setiap kisah yang dijalani dan direkamnya melalui potret dan puisi. Demikian pak Kiyai telah menghadirkan ayat-ayat tuhan dalam setiap tulisannya. Sehingga di momen hari puisi ini sangat penting untuk menghadirkan kisah penyair yang menginspirasi penulis lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H